Konsumsi Kimchi Bisa Tingkatkan Imun Lawan COVID-19
- SamWon
VIVA – Makanan khas Korea Selatan saat ini sedang banyak digemari di Indonesia. Salah satunya, Kimchi. Makanan tradisional Korea satu ini layaknya asinan sayur namun telah melalui fermentasi. Kimchi umumnya diberi bumbu pedas. Setelah digarami dan dicuci, sayuran dicampur dengan bumbu yang dibuat dari udang krill, kecap ikan, bawang putih, jahe dan bubuk cabai merah. Biasaya, sayuran yang diolah untuk pembuatan Kimchi adalah sawi putih, kubis dan lobak.
Selain dikenal baik untuk membantu menurunkan kadar lemak dalam tubuh, baru-baru ini menurut
sebuah studi yang dilakukan oleh mantan ahli WHO, Dr Jean Bousquet, kimchi diyakini berperan besar dalam menekan tingkat kematian pasien COVID-19 di Korea Selatan.
Dalam studinya yang diterbitkan oleh jurnal Clinical and Translational Allergy, ia menyebutkan bahwa nutrisi dari Kimchi dapat berperan dalam pertahanan kekebalan tubuh terhadap COVID-19. Termasuk kubis yang menjadi bahan utama dari Kimchi. Dilansir dari laman World of Buzz, selain mengandung antioksidan yang tinggi, kubis yang difermentasi membantu menurunkan kadar ACE2. ACE2 adalah enzim yang digunakan oleh virus COVID-19 untuk memasuki paru-paru. Jadi, ketika ACE2 berkurang, virus akan merasa lebih sulit untuk memasuki paru-paru.
Baca Juga: 91 Ribu Kasus Positif di Indonesia Waspadai 7 Lokasi Rawan Penularan
Dalam sebuah laporan oleh Arirang News, mereka menyatakan bahwa Kimchi telah terbukti memerangi MERS (Middle East respiratory syndrome) dan para peneliti sekarang menggunakan probiotik sebagai pengganti dari antibiotik yang digunakan untuk mengobati pasien COVID-19.
Namun di satu sisi, untuk ukuran tingkat kematian menurut pusat sumber daya John Hopkins, adalah tingkat kematian tetapi tingkat kematian dinilai secara berbeda di antara negara-negara.
Perbedaan dalam tingkat kematian tergantung pada karakteristik sistem perawatan kesehatan, metode pelaporan, apakah kematian di luar rumah sakit telah dihitung atau tidak dan faktor-faktor lain, banyak di antaranya masih belum diketahui. Misalnya, alasan Jerman mencatat jumlah kematian yang lebih rendah mungkin karena metode karantina yang berbeda dan pengujian awal, bukan hanya diet kaya akan kubis saja.