Viral Thermo Gun Rusak Otak, Ini 5 Faktanya

Petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan Bandara melakukan pemantauan suhu tubuh penumpang pesawat menggunakan thermo infrared di Bandara Adisucipto, DI Yogyakarta, Selasa (2/9/2016)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

VIVA – Viral soal thermo gun yang dianggap membahayakan tubuh lantaran ada paparan yang diberikan secara langsung. Hal ini memberi kekhawatiran pada masyarakat yang diharuskan untuk melakukan pengecekan suhu melalui alat tersebut guna mencegah COVID-19.

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

Thermo gun alias termometer tembak kini menjadi alat yang wajib ada di seluruh tempat publik. Alat pengukur suhu itu dinilai mampu mendeteksi gejala demam pada tubuh sehingga menjadi pendeteksi dini untuk COVID-19.

Namun, beberapa hari ini masyarakat diresahkan dengan viralnya video di media sosial yang menyatakan bahwa alat ini berbahaya karena dianggap menggunakan laser dan merusak otak. Apakah benar demikian?

Harvey Moeis Klaim Dana CSR Smelter Swasta Dipakai untuk Bantuan COVID-19

Baca juga: Alasan Bio Farma Pilih China Sebagai Mitra Vaksin Corona

Sehubungan dengan viralnya berita termometer tembak (thermo gun) yang dianggap membahayakan otak karena memancarkan laser, berikut pernyataan yang disusun oleh Departemen Fisika Kedokteran/Klaster Medical Technology IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia untuk meluruskan persepsi ini.

Jangan Tertipu! Waspada Penipuan Berkedok Lowongan Kerja Remote, Ini Ciri-Cirinya

Inframerah

Thermo gun merupakan salah satu jenis termometer inframerah untuk mengukur temperatur tubuh yang umumnya di arahkan ke dahi. Alat ini menjadi andalan utama sebagai alat skrining COVID-19 dengan gejala demam, alat ini tersedia hampir di setiap pintu masuk tempat umum dan perkantoran. Pengunjung atau pegawai dengan temperatur di atas 37,5 derajat celcius dilarang masuk dan diminta untuk memeriksakan diri ke fasilitas layanan kesehatan. 

Pancaran radiasi

Berbeda dengan termometer raksa atau termometer digital yang menggunakan prinsip rambatan panas secara konduksi, termometer ini menggunakan prinsip rambatan panas melalui radiasi. Kisaran suhu tubuh manusia normal (36 - 37,5 derajat celcius) berada di dalam pancaran spektrum inframerah jika dilihat dari jangkauan radiasi elektromagnetik. Energi radiasi dari permukaan tubuh ditangkap dan kemudian diubah menjadi energi listrik dan ditampilkan dalam angka digital temperatur derajat celcius pada thermogun.

Termometer dahi dan telinga

Termometer inframerah yang tersedia di pasaran umumnya untuk mendeteksi temperatur gendang telinga (termometer telinga) atau temperatur dahi (termometer dahi). Termometer dahi lebih cocok untuk skrining gejala demam COVID-19 karena hanya perlu “ditembak” ke arah dahi tanpa perlu kontak atau bersentuhan langsung dengan kulit. Termometer ini mendeteksi temperatur arteri temporal pada dahi untuk mengestimasi suhu tubuh seseorang.

Baca juga: Gawat, Para Ahli Sebut Corona RI Bisa Tembus 700.000 Kasus Positif

Jarak pengukuran

Hal yang perlu diperhatikan adalah akurasi pengukuran temperatur bergantung pada jarak dan sudut alat thermo gun terhadap objek yang diukur. Maka dari itu, jangan heran jika hasil pengukuran bisa berubah-ubah. Satu parameter penting yang menentukan tingkat akurasi pengukuran thermo gun adalah perbandingan jarak dengan luas titik pengukuran. Biasanya angka perbandingan ini adalah 12:1. Dengan kata lain, untuk mengukur suatu titik dengan luas 1 cm persegi, jarak pengukuran ideal adalah 12 cm.

Bukan penentu COVID-19

Pengukuran temperatur tubuh dengan thermo gun tidak bisa dijadikan acuan utama terkait apakah seseorang menderita COVID-19 atau tidak, karena pasien COVID-19 bisa muncul tanpa gejala demam. Kami berharap penggunaan thermo gun secara luas di tempat-tempat publik seperti pusat perbelanjaan, perkantoran, dan layanan transportasi publik disertai dengan SOP yang jelas.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya