Studi: Isolasi Sosial Selama COVID-19 Bikin Umur Lebih Pendek

Ilustrasi virus corona.
Sumber :
  • pixabay

VIVA – Sebuah studi baru menemukan bahwa menghabiskan lebih banyak waktu dalam isolasi, berisiko membuat seseorang meninggal lebih awal. Para peneliti menemukan hubungan antara berkurangnya interaksi dengan perubahan dalam kesejahteraan psikologis dan kesehatan fisik, dapat mengarah pada umur yang lebih pendek. 

Bertemu Prabowo, GAVI Janji akan Perkuat Kerja Vaksin dengan Indonesia

Studi baru, yang diterbitkan dalam jurnal Trends in Cognitive Sciences, muncul di tengah pandemi COVID-19, yang memaksa jutaan orang di seluruh dunia untuk menghabiskan waktu di rumah dan menghindari pertemuan. Hal ini menambah daftar dampak tidak langsung dari penyakit pada manusia.

Menurut Medical Daily, para peneliti menandai isolasi sosial sebagai prediktor signifikan risiko kematian. Kesendirian dapat memengaruhi sistem kekebalan secara negatif dan mengurangi fungsinya, demikian Futurity melaporkan.

Prabowo Sebut Indonesia Bakal Jadi Anggota GAVI, Kucurkan Dana Rp 475 Miliar Lebih

Baca juga: Kelewat Bersih Saat COVID-19 Justru Bisa Rusak Imun, Benarkah?

Studi ini menunjukkan bahwa orang yang terisolasi cenderung memiliki kekebalan yang buruk, membuat mereka kurang tahan terhadap penyakit dan infeksi. Selain itu, kondisi ini juga memiliki hubungan interpersonal yang kuat, yang memainkan peran penting dalam kelangsungan hidup. 

PM Singapura Positif Covid-19 Setelah Kunker ke Beberapa Negara

Isolasi atau karantina dapat memengaruhi kinerja penalaran dan memori, homeostasis hormon, putih otak, konektivitas dan fungsi. Orang yang sering merasa kesepian juga berisiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan mental. 

"Kami adalah makhluk sosial. Interaksi dan kerja sama sosial telah memicu peningkatan pesat budaya dan peradaban manusia. Namun, spesies sosial berjuang ketika dipaksa untuk hidup dalam isolasi. Dari bayi hingga orangtua, penanaman psikososial dalam hubungan interpersonal sangat penting untuk kelangsungan hidup," ujar Danilo Bzdok, rekan penulis studi dan profesor di departemen teknik biomedis di Universitas McGill dan Ketua CIFAR Artificial Intelligence Kanada. 

Para peneliti juga menemukan bahwa orang yang menjaga interaksi sosial memiliki kemungkinan lebih rendah untuk terserang penyakit yang berkaitan dengan kesepian. Menghabiskan lebih banyak waktu dengan kelompok, seperti klub olahraga, gereja, dan kelompok hobi, dapat membantu mengurangi risiko depresi hingga hampir 25 persen. 

"Sekarang lebih mendesak dari sebelumnya untuk mempersempit kesenjangan pengetahuan tentang bagaimana isolasi berdampak pada otak manusia, serta kesejahteraan mental dan fisik," kata Bzdok. 

Masa isolasi yang berkepanjangan karena COVID-19 dapat menempatkan banyak orang pada risiko umur pendek. Organisasi publik dan swasta harus meningkatkan upaya untuk mengatasi masalah ini, dan membantu mengurangi kesepian, terutama di tengah pandemi yang juga secara signifikan dapat meningkatkan stres dan kecemasan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya