Bukti Baru, Obat Presiden Amerika Tidak Bisa Cegah COVID-19
- Freepik/freepik
VIVA – Para peneliti dari University of Minnesota dan Kanada melaporkan, obat malaria, hidroklorokuin, tidak dapat mencegah COVID-19. Penelitian ini dilakukan terhadap 821 orang yang telah terpapar dengan pasien yang terinfeksi virus tersebut.
Penelitian ini merupakan uji klinis terkontrol pertama untuk hidroklorokuin, obat yang berulang kali dipromosikan oleh Presiden Amerika, Donald Trump dan baru-baru ini digunakan oleh dia sendiri.
Dilakukan di Amerika Serikat dan Kanada, percobaan pertama ini dilakukan untuk menguji apakah obat ini dapat mencegah penyakit pada orang yang telah terpapar virus corona.
Pada penelitian ini, di mana pasien dipilih secara acak untuk mendapatkan pengobatan eksperimental atau plasebo, dianggap sebagai cara yang paling bisa diandalkan untuk mengukur keamanan dan efektivitas obat. Para pesertanya adalah pekerja kesehatan dan orang-orang yang telah terpapar di rumah oleh pasangan, orangtua, atau anggota keluarga lain yang sakit.
"Pesan untuk masyarakat umum adalah jika Anda terpapar COVID-19, hidroklorokuin bukanlah obat pencegahan yang efektif," kata Dr. David R. Boulware, penulis utama penelitian ini, dikutip Times of India, Jumat 5 Juni 2020.
Hasil penelitian tersebut diterbitkan dalam New England Journal of Medicine.
"Jika kita tidak dapat menemukan sesuatu yang dapat memperbaiki infeksi, memblokirnya atau membuatnya lebih ringan setelah terpapar, itu akan sangat luar biasa. Yang ingin kami lakukan adalah membatasi jumlah kasus. Ada harapan besar untuk ini," kata Dr. Judith Feinberg, wakil ketua penelitian, di West Virginia University.
Promosi obat ini oleh Trump dan reaksi terhadapnya telah mempolitisasi pertanyaan medis yang biasanya diserahkan kepada para peneliti untuk menjawab secara objektif. Pendukung dan lawan Trump, menuduh satu sama lain serta memutarbalikkan fakta tentang obat ini untuk membuatnya terlihat benar atau salah.
Tetapi, Trump tidak berhenti menggembar-gemborkan manfaat obat ini. Bahkan, pemerintah Amerika mengumumkan bahwa mereka telah mengirim 2 juta dosis obat ke Brasil untuk merawat pasien dan membantu mencegah infeksi pada petugas kesehatan. Seorang pejabat Gedung Putih mengatakan, kedua negara tersebut akan berkolaborasi dalam penelitian tentang penggunaannya.
Pada awal pandemi, penggunaan obat ini dipicu oleh laporan anekdotal dari China dan Prancis tentang pasien yang tampak membaik dan temuan laboratorium dari kemungkinan efek antivirus. Tidak didukung bukti dapat mengobati COVID-19, dokter putus asa untuk memberikan pasien beberapa jenis obat.