Mengenal Syndrom Kawasaki, Banyak Jangkiti Anak-anak Saat Corona
- dw
Gejala radang misterius, berupa peradangan pembuluh darah, demam tinggi selama beberapa hari dan bercak merah pada kulit, belakangan ini makin banyak diidap anak-anak yang dikirim ke rumah sakit di saat pandemi COVID-19.
Gejala lain yang dikeluhkan dan diamati tenaga medis adalah sakit perut atau lambung, vaskulitis atau radang pembuluh darah yang bisa memicu radang jantung, pembengkakan kelenjar limfa, pembengkakan lidah, bibir pecah-pecah dan radang selaput mata. Sindrom peradangan beragam itu bisa memicu kegagalan fungsi organ tubuh penting.
Terutama pada kelompok umur pasien antara 5 hingga 14 tahun, kini makin banyak dilaporkan munculnya gejala sakit berat semacam itu, yang mirip sindrom Kawasaki.
Sejumlah pakar mengkaitkan kasusnya kemungkinan berkorelasi dengan infeksi SARS-Cov-2. Namun gejala mirip sindrom Kawasaki itu juga bisa dipicu empat jenis virus SARS lainnya yang sudah dikenal atau virus Rhino.
Mengapa disebut sindrom Kawasaki?
Sindrom penyakit multiradang itu mula-mula diamati dan dilaporkan oleh dokter anak Tomisaku Kawasaki dari rumah sakit Palang Merah di Tokyo pada tahun 1967. Kawasaki mengamati kasus langka pertamanya tahun 1961, pada seorang pasien anak berusia 4 tahun, yang gejalanya tidak bisa dikategorikan pada penyakit yang sudah dikenal. Dalam kurun waktu 6 tahun berikutnya, dokter ahli pediatri ini mengamati dan menangani sejumlah kasus serupa.
Laporan ilmiah Kawasaki di sebuah jurnal ilmiah Jepang dari tahun 1967 ditindaklanjuti pemerintah di Tokyo pada 1970 dengan membentuk komisi penelitian yang dipimpin Kawasaki. Karena itulah istilah sindrom Kawasaki mencuat.