Berjemur, Vitamin D dan Corona COVID-19 di Mata Dokter

Wanita berjemur.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Hingga ilmuwan dan peneliti yang bekerja keras hingga saat ini untuk menemukan vaksin dan pengobatan yang mumpuni melawan virus Corona COVID-19, semua jalan alternatif tentu 'halal' ditempuh. Hanya perlu pintar-pintar membedakan antara mitos dan fakta.

Mengapa Jamur Salju Jadi Viral? Temukan 7 Khasiat Luar Biasa untuk Kesehatan

Pandemi Corona COVID-19 memang telah sukses membuat dunia kalang kabut. Korban meninggal berjatuhan. Hingga saat ini, jalan yang ditempuh sebatas untuk menghambat penyebaran virusnya. Termasuk dengan strategi kerja dari rumah, cuci tangan dengan sabun hingga penggunaan masker. 

Namun ada satu hal yang juga diyakini dapat menjadi senjata ampuh menangkal penyebaran virus yang pertama muncul di Wuhan China ini. Yakni berjemur. Ada yang menganggap ini hanya mitos, namun tak sedikit yang meyakininya. Tak heran pemandangan orang berjemur di pagi hari kini semakin sering terlihat.

Bertarung Pulihkan Pandemi, Jalan Terjal Pemerintah Indonesia Bangkit dari Belenggu COVID-19

Ada penjelasannya memang bahwa kebiasaan berjemur di pagi hari dapat melawan Corona COVID-19. Berdasarkan penelitian, sinar Ultra Violet (UV) dan suhu panas di atas 56 derajat Celcius dapat membunuh sejumlah virus, seperti virus SARS, flu burung, dan influenza.

Memang belum ada studi yang benar-benar mengklaim bahwa sinar UV dapat membunuh Virus Corona. Namun penjelasan dari seorang dokter di Amerika Serikat ini dapat sedikit memberikan titik terang. Nama dokter wanita tersebut adalah Marilyn Wedge.

Benarkah Vitamin D Bisa Cegah Tumbuhnya Uban? Begini Penjelasannya

Menurut Dokter Wedge, aktivitas berjemur di pagi hari memang berguna untuk paling tidak memberikan 'sedikit' perlawanan terhadap Virus Corona COVID-19. Terlebih beberapa studimengidentifikasi kekurangan Vitamin D sebagai sebuah faktor risiko terpapar virus ini.

Wedge juga mencontohkan laporan terbaru dari Filipina. Dari temuan di Filipina, pasien yang kekurangan vitamin D punya risiko kematian yang lebih tinggi. Hal itu juga didukung dengan beberapa studi termasuk dari para peneliti di Queen Elizabeth Hospital Foundation Trust dan University of East Anglia di Inggris. Semua menyarankan suplemen Vitamin D untuk melindungi diri dari infeksi SARS-CoV2.

Baca juga:

3 Cara Berjemur yang Benar untuk Tangkal Serangan Virus

Pada awal April 2020, lanjut Wedge, ia mengaku menerima email mengenai COVID-19 dari ahli endokrinologi terkenal dan mantan profesor kedokteran UCLA, Sarfraz Zaidi, MD. Dokter ini yang menolong Wedge saat menderita gangguan imun. 

"Dokter dari Iran yang menangani kasus COVID-19 yang parah ini menemukan sebagian besar pasien yang meninggal memiliki kadar vitamin D kurang dari 50 ng/ l. Tidak mengherankan bagi saya. Tingkat optimal vitamin D-25 OH Vitamin D - adalah antara 50-100 ng/ml menurut pengalaman klinis saya," kata Wedge.

Bagaimana Vitamin D dapat membantu memerangi infeksi saluran pernafasan seperti COVID-19? Zaidi menjelaskan Vitamin D dapat merangsang produksi CAMP (Cathelicidin Anti-Microbial Peptide dari sel imun tubuh. CAMP ini yang menjadi agen anti-viral alami dalam tubuh.

Timbul pertanyaan lagi, berapa idealnya Vitamin D yang harus dimiliki tubuh untuk melawan COVID-19? Idealnya selama ini di kisaran 600 hingga 1000 IU (International Units) untuk orang dewasa. 

Namun Zaidi, lanjut Wedge, dosis itu kurang dan idealnya harian sebesar 5000 hingga 15 ribu IU tergantung dengan berat badan. Dengan gambaran, 5000 IU untuk berat sekitar 45 kg. Kalikan saja dengan berat badan. Zaidi juga merekomendasikan untuk mengambil dosis harian 50 mg. seng untuk membantu membangun sistem kekebalan tubuh.

Yang pantas diwaspadai, konsumsi Vitamin D dalam dosis tinggi juga tidak disarankan. Pasalnya, Vitamin D tidak larut dalam air tapi disimpan di jaringan lemak tubuh. Ujung-ujungnya akan terjadi penumpukan kalsium dalam darah. 

Yang jelasnya, apa yang ditemukan dalam penelitian baru-baru ini, menjelaskan bahwa orang yang kekurangan Vitamin D akan lebih berisiko meninggal jika terpapar COVID-19. Tak salah tentu bagi yang punya rutinitas pagi untuk berjemur, toh gratis ini. 

Osteoporosis

2 dari 5 Orang Indonesia Berisiko Osteoporosis, Ini Nutrisi dan Gaya Hidup yang Harus Diperhatikan

Di Indonesia, 2 dari 5 orang berisiko terkena osteoporosis, dengan 41,2 persen orang berusia di bawah 55 tahun sudah mengalami osteopenia atau kepadatan tulang menurun.

img_title
VIVA.co.id
29 Oktober 2024