Ilmuwan Israel Klaim Dapat Hak Paten AS untuk Desain Vaksin COVID-19
- U-Report
VIVA – Seorang ilmuwan Israel di Universitas Tel Aviv, Jonathan Gershoni mengatakan Amerika Serikat telah memberikan hak paten terhadap desain vaksinnya dari famili virus corona COVID-19.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh universitas pada Minggu, 19 April 2020 waktu setempat. Hak paten telah diberikan oleh Kantor Paten dan Merek Dagang Amerika Serikat (USPTO), demikian dilansir dari timesnownews, Senin 20 April 2020.
Pengembangan vaksin masih bisa memakan waktu beberapa bulan sebelum uji klinis. Menurut Gershoni dalam pernyataannya, vaksin tersebut akan merekonstruksi Reseptor Binding Motif (RBM) coronavirus.
RBM adalah, fitur kecil dari protein "spike" virus, yang berarti bahwa virus menggunakan banyak protein berbeda untuk menggandakan dan menyerang sel.
Ia menjelaskan, meskipun virus menggunakan banyak protein berbeda untuk menggandakan dan menyerang sel, protein lonjakan adalah protein permukaan utama yang digunakannya untuk berikatan dengan reseptor protein lain yang bertindak seperti pintu masuk ke sel manusia.
"Setelah protein lonjakan berikatan dengan reseptor sel manusia, membran virus bergabung dengan membran sel manusia, memungkinkan genom virus memasuki sel manusia dan memulai infeksi,” tutur dia.
Gershoni telah mempelajari keluarga virus corona selama 15 tahun terakhir. Ia mengembangkan metode merekonstruksi dan merekonstitusi fitur RBM dari protein lonjakan di SARS CoV dan kemudian di MERS CoV.
"Saat genom virus baru diterbitkan pada awal Januari 2020, kami memulai proses menyusun kembali RBM dari SARS CoV2, virus yang menyebabkan COVID-19, dan berharap untuk segera menyusun RBM virus baru," dia kata.
"Ini akan menjadi dasar untuk vaksin baru, yang bisa siap digunakan dalam satu tahun sampai satu setengah tahun,” tambahnya.
Gershoni mengatakan bahwa penemuan dan produksi RBM fungsional untuk virus corona baru sangat penting dan penting untuk produksi vaksin yang mereka usulkan.
Virus corona baru, yang berasal dari China, telah mendatangkan malapetaka di seluruh dunia dengan menginfeksi 2,3 juta orang dan menyebabkan lebih dari 160.000 kematian.