Dokter Paru Meninggal Akibat COVID-19, IDI Imbau Pemakaian APD
- Freepik/freepik
VIVA – Dunia medis kembali berduka atas kepergian dokter spesialis paru, dr. H. Hasan Zain, Sp.P untuk selama-lamanya. Wafatnya dokter yang praktik di wilayah Banjarmasin, Kalimantan Selatan itu disebabkan oleh virus corona jenis baru atau COVID-19.
Pihak Ikatan Dokter Indonesia mengonfirmasi hal tersebut dan mengatakan turut berduka atas kehilangan lagi salah satu tenaga medis.
"Segenap dokter Indonesia kembali berbelasungkawa atas berpulangnya dokter Hasan Zain yg kita ketahui adalah dokter ahli paru yg paling senior bahkan yg pertama dimiliki oleh masyarakat di Kalimantan Selatan," ujar Humas IDI, Dr Abd Halik Malik Ketua Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia, kepada VIVA, Rabu 15 April 2020.
Ketua Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia itu juga menyebut bahwa dr Hasan meninggal pada pukul 07.30 pagi di RS Ulin Banjarmasin, Rabu 15 Apeil 2020 setelah sepekan dirawat di ruang isolasi. Meski saat itu almarhum berstatus pasien dalam pengawasan, pada akhirnya mendapatkan hasil positif COVID-19.
"Awalnya dirawat dengan status PDP tapi terakhir hasil swab nya sudah keluar memang hasilnya positif COVID-19. PB IDI mendapatkan kabar duka tersebut langsung dari ketua IDI Wilayah Kalimantan Selatan," terangnya lagi.
Usia yang rentan yakni 75 tahun, membuat dokter Hasan mudah diserang penyakit yang berawal dari Wuhan, China itu. Meski begitu, Halik menyebut belum ada keterangan lebih lanjut terkait penularannya.
Namun, banyaknya fakta di lapangan akan tenaga medis yang tertular dari pasien positif COVID-19, membuat rumah sakit menjadi tempat yang rentan. Halik pun menganjurkan agar pemakaian Alat Pelindung Diri atau APD harus disediakan dan dipakai tenaga medis.
"Belum ada info yang lebih rinci terkait terpaparnya di mana. Hingga akhir hayatnya beliau masih aktif melayani pasien. Kita ketahui bersama bahwa memang ada beberapa dokter yang tertular dari pasien umum yang dilayani di tempat tugasnya sehari-hari. IDI mengimbau agar setiap dokter memakai alat pelindung diri sesuai standar ketika berhadapan dengan pasien, meskipun tidak menangani pasien terduga atau terkonfirmasi corona," jelasnya.