Berisiko Timbulkan Komplikasi Jantung, Penelitian Klorokuin Dihentikan

Ilustrasi virus corona/COVID-19/laboratorium.
Sumber :
  • Freepik/freepik

VIVA – Sebuah penelitian kecil yang dilakukan di Brasil dihentikan lebih awal karena alasan keamanan, setelah pasien virus corona yang menggunakan klorokuin dosis tinggi mengalami detak jantung tidak teratur yang meningkatkan risiko aritmia jantung yang berpotensi fatal. 

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

Klorokuin terkait erat dengan obat hidroksi klorokuin yang lebih banyak digunakan. Bahkan, Presiden Amerika, Donald Trump telah mempromosikan obat ini sebagai pengobatan potensial untuk memerangi COVID-19, meski baru ada sedikit bukti dan ada kekhawatiran dari beberapa pejabat kesehatan. 

Bulan lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA), memberikan persetujuan darurat agar memungkinkan rumah sakit menggunakan klorokuin dan hidroksi klorokuin jika uji klinis tidak memungkinkan. Perusahaan yang telah memproduksi kedua obat tersebut bahkan telah meningkatkan produksinya.

Harvey Moeis Klaim Dana CSR Smelter Swasta Dipakai untuk Bantuan COVID-19

Penelitian ini melibatkan 81 pasien yang dirawat di rumah sakit di kota Manaus dan disponsori oleh negara bagian Brasil, Amazonas. Hasil penelitian ini dipublikasikan pada Sabtu di medRxiv, server online untuk artikel medis, sebelum ditinjau oleh peneliti lain. 

Karena pedoman nasional Brasil merekomendasikan penggunaan klorokuin pada pasien virus corona, para peneliti mengatakan telah memasukkan plasebo dalam uji coba mereka, yang dianggap sebagai cara terbaik untuk mengevaluasi obat tersebut. 

Jangan Tertipu! Waspada Penipuan Berkedok Lowongan Kerja Remote, Ini Ciri-Cirinya

Terlepas dari keterbatasannya, dokter penyakit menular dan ahli keamanan obat mengatakan penelitian ini memberikan bukti lebih lanjut bahwa klorokuin dan hidroksi klorokuin dapat menimbulkan bahaya signifikan bagi beberapa pasien, khususnya risiko aritmia jantung yang fatal. 

Pasien dalam percobaan juga diberi antibiotik azitromisin, yang memiliki risiko jantung yang sama. Rumah sakit di Amerika Serikat juga menggunakan azitromisin untuk mengobati pasien virus corona, dan seringkali mengombinasikannya dengan hidroksi klorokuin.

"Bagi saya penelitian ini menyampaikan satu informasi yang bermanfaat, yaitu bahwa klorokuin menyebabkan peningkatan abnormalitas pada EKG yang bergantung pada dosis yang dapat membuat orang rentan terhadap kematian jantung mendadak," kata Dr. David Juurlink, ahli penyakit dalam dan kepala dari divisi farmakologi klinis di Universitas Toronto, dilansir Times of India, Selasa 14 April 2020. 

Sekitar setengah dari peserta penelitian diberi dosis 450 miligram klorokuin dua kali sehari selama lima hari, sedangkan sisanya diberi dosis lebih tinggi 600 miligram selama 10 hari. Setelah tiga hari, para peneliti mulai memerhatikan aritmia jantung pada pasien yang diberikan dosis lebih tinggi. Pada hari keenam, 11 pasien telah meninggal, yang membuat peneliti menghentikan pemberian dosis tinggi dalam percobaan ini. 

Para peneliti mengatakan, studi ini tidak memiliki cukup pasien untuk diberikan dosis rendah untuk menyimpulkan apakah klorokuin efektif pada pasien dengan penyakit parah. Tetapi Komisi Kesehatan provinsi Guangdong di China telah merekomendasikan pasien COVID-19 diobati dengan dosis 500 miligram klorokuin dua kali sehari selama 10 hari. 

Dalam sebuah email pada hari Minggu, salah satu penulis penelitian dari Brasil, Dr. Marcus Lacerda, bahkan mengatakan studi ini menemukan bahwa dosis tinggi yang digunakan orang China sangat beracun dan bisa membunuh lebih banyak pasien. 

"Itulah sebabnya penelitian ini dihentikan lebih awal," katanya sambil menambahkan bahwa naskah itu sedang ditinjau kembali oleh jurnal Lancet Global Health.

Namun, Bushra Mina, kepala bagian kedokteran paru-paru di Rumah Sakit Lenox Hill di Manhattan, mengatakan hasil penelitian tersebut kemungkinan besar tidak akan mengubah praktik rumah sakitnya dengan tetap memberikan hidroksi klorokuin dan azitromisin selama lima hari pada pasien rawat inap yang tidak mengalami sakit parah. 

Mina mengatakan, pasien dimonitor setiap hari dan obat-obatan akan dihentikan jika ditemukan ada kelainan jantung. 

"Jika Anda menggunakannya karena Anda tidak memiliki alternatif, maka gunakan dengan hati-hati," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya