Wanita Ini Ceritakan Pengalaman 12 Jam Jalani Tes COVID-19

Ilustrasi pemeriksaan virus corona. Reuters/L. Echeverria
Sumber :
  • dw

VIVA – Batuk, pilek dan demam, merupakan beberapa gejala yang ditunjukkan pasien yang terjangkit virus corona. Memang cukup sulit membedakan antara terjangkit corona atau hanya batuk pilek biasa, mengingat gejalanya yang sangat mirip.

Kanada Hapus Syarat Tes COVID-19 Turis Asal China, Hong Kong, Makau

Wanita berikut ini pun mengalami hal yang sama. Awalnya hanya berniat memeriksakan penyakit radangnya, wanita ini akhirnya harus menjalani serangkaian tes COVID-19, selama 12 jam, karena dicurigai terjangkit virus yang berasal dari Wuhan, China itu.

Kisahnya turut ia bagikan melalui akun Instagramnya. Dalam Instagram Story yang ia bagikan, wanita bernama Yovie Andhini itu secara detail menceritakan pengalamannya saat menjalani serangkaian tes COVID-19.

Uni Eropa Hapus Tes COVID Bagi Penumpang Asal China

"Karena merasa tenggorokan ga nyaman, kami berdua (suami) inisiatif periksa ke dokter. Better safe than sorry kan. Jam 2 siang kami ke RS di area TB Simatupang Jaksel. Di lobby dicek suhu dan diberi bbrp pertanyaan. Ga demam, ga flu, ga batuk hanya gejala radang atau sakit tenggorokan. Kami nggak boleh masuk RS dan digiring ke area khusus utk menjalani pemeriksaan. Areanya di belakang RS," tulis @yovie_andhini mengawali ceritanya, dikutip VIVA, Jumat 20 Maret 2020.

Di luar dugaan, ternyata Yovie dan suaminya dites pra-COVID-19 atau gejala COVID-19, yang akan menunjukkan apakah mereka masuk Orang Dalam Pengawasan (ODP) atau Pasien Dalam Pengawasan (PDP). Sejauh ini, mereka belum diberi penjelasan tes apa saja yang akan dilakukan, termasuk skema pembayaran, ditanggung atau digratiskan.

Kasus Meledak Lagi, AS Wajibkan Pelancong Asal China Tunjukkan Bukti Negatif COVID-19

Mereka harus menjalani tes di tenda di belakang rumah sakit tersebut. Total ada tiga tenda yang disediakan, dengan kursi yang dibuat berjarak. Tenda tersebut kondisinya ramai, bahkan Yovie dan sang suami harus mengantre.

"Akhirnya ketika diminta cek tekanan darah, aku nanya kita akan dites apa aja dan berapa lama. Prosesnya ada tes darah dan rontgen torax. Selain itu, disarankan dengan sangat untuk CT Scan. Hmm mihil dong ini yah," lanjut dia.

Untungnya, para suster yang menangani diakui Yovie sangat baik dan sabar menjelaskan, kalau tes ini akan berlangsung cukup lama, jadi mereka diminta untuk bersabar. Lalu, apakah tes ini berbayar atau gratis?

"Jawabannya bayar sendiri. Duh makin nyut2an kepala. Alhamdulillah setelah proses yg lama (4 jam). Infonya kami bisa ditanggung asuransi kantor suami. Sebenarnya bisa aja kami pulang. Tapi suami mengingatkan, 'Tuntaskan karena ada Millie (anak) di rumah," kata dia.

Mereka menunggu dari pukul 14.30 - 18.00 untuk dipanggil tes darah. Sebagian besar yang antre, kebanyakan bernasib sama, tidak tahu kalau mereka digiring untuk menjalani tes COVID-19. Dan kebanyakan juga tidak mengetahui kalau mereka diharuskan membayar sendiri, bahkan sebagian ada yang membayar tunai.

"Banyak yang sudah mulai hilang kesabaran. Ngambek, teriak dan ga mau diduluin pasien lain. Rata2 penampilan terpelajar loh. Kebayang nggak kalau di rs umum/pemerintah?" tutur Yovie.

Jam 18.00 - 19.00, mereka menjalani tes darah. Diperiksa dokter dan ditanya-tanya. Kemudian mereka disarankan untuk menjalankan CT scan. Meski awalnya ragu karena takut biaya yang dikeluarkan besar, akhirnya setelah diyakinkan oleh suaminya, Yovie mau menjalani CT scan, terlebih tenggorokannya terasa sakit dan ia merasa sedikit sesak napas.

"Ternyata mereka segera ngelakuin tes intensif karena sebelumnya ada pasien yg positif. Ngakunya cuman batuk pilek setelah dites ternyata positif alias kecolongan. Infonya, nggak cuma 1 rs swasta, yg sudah menemukan kasus positif. Seketika yg positif dikirim ke rs rujukan pemerintah untuk tes lebih lanjut. Yg prosesnya nggak sebentar alias lama. Lah kami berdua aja 12 jam apalagi yang positif coba," lanjut Yovie lagi. 

Setelah melalui diskusi panjang, akhirnya mereka menjalani CT scan yang tidak murah itu. Yovie langsung terpikir orang-orang yang tidak mampu. Jangankan CT scan, tes darah dan rontgen torax saja sudah mahal. 

"Badan udah ga karuan, tenggorokan makin perih dan belum makan seharian. Ditambah, sebelah kami ada yg (info dokter) calon PDP. Lemes tiduran dan dipakein infus.. Duh gusti..," keluh dia.

Meski begitu, Yovie dan suami berusaha untuk tetap tertib, karena mereka sadar semua pasti merasakan hal yang sama. Mereka juga turut mengapresiasi para dokter dan suster yang sangat sabar meskipun banyak pasien yang terus bertanya karena panik. 

Biasanya rumah sakit ini menerima pasien penyakit radang hanya sekitar 20-an, namun jadi bertambah semenjak ada kasus COVID-19 ini. Bahkan semakin malam, yang semula hanya ada 20 pasien, di jam 8 malam sudah melonjak jadi 50 orang. 

"Jadi aku infokan lagi, proses yang kami ambil adalah tes darah dan ct scan. Boleh juga rontgen torax hanya lebih jelas ct scan. Ini utk menentukan apakah kami ODP atau PDP. Kalau kami PDP maka kami harus melakukan tes lanjutan yaitu swap sekaligus langsung dikirim ke rs rujukan dan diisolasi. Kalau ODP, kami isolasi diri di rumah selama 14 hari, pakai masker meski di dalam rumah dan mengisi lembaran harian. Hasilnya bisa diambil jam 10 malam," tuturnya. 

Setelah mendapatkan hasilnya, mereka negatif dari COVID-19. Mereka dinyatakan sebagai ODP dan harus mengisolasi diri di rumah selama 14 hari dan dibawakan obat-obatan untuk radang dan batuk. Juga, harus mengisi lembar ODP setiap hari. 

"Banyak yg nanya harganya. Utk tes pre COVID-19 ini masing-masing dari kami mengeluarkan biaya 3,3 juta rupiah. Ingat bukan bermaksud riya, sombong, tapi untuk informasi yg jelas bagi teman teman. Di rs lain harganya bervariasi tergantung proses pengecekan yg mau diambil. Kamipun juga ditanggung asuransi sehingga jadi lebih ringan," kata Yovie. 

Wanita itu juga turut mengimbau, buat kalian yang masih keluar rumah untuk sekadar hangout atau bahkan keluar negeri, supaya dihentikan. Karena virus ini tidak main-main. Kalaupun dinyatakan negatif, kamu masih bisa jadi carrier. 

"11 jam proses kami yg panjang ini belum apa apa dibanding mereka yg dinyatakan PDP dan segera diisolasi dan diswap. Pasti jauh lebih lama dan lebih ribet. Siapapun yang merasa punya gejala batuk pilek flu dan radang, coba dipertimbangkan untuk tes mandiri," saran Yovie. 

Yovie dan sang suami tidak diswap karena dinyatakan negatif COVID-19. Berdasarkan informasi yang mereka dapat, buat mereka yang menjalani rapid test akan langsung di-swap. Mereka juga berpesan untuk memilih tempat tes yang kamu anggap paling nyaman.

Tes corona di rumah sakit swasta

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya