Rapid Test COVID-19, Bisakah untuk Periksa Orang Sehat?

Ilustrasi termometer/virus corona/COVID-19.
Sumber :
  • Freepik/freepik

VIVA – Pemerintah Indonesia belum lama ini memutuskan akan melakukan pemeriksaan COVID-19 secara luas melalui metode rapid test. Hal itu diungkapkan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto beberapa hari lalu.

6 Cara Mudah Mendapatkan Bodi Ideal yang Lagi Viral di Media Sosial

"Kami juga rapat di pagi hari dengan Menteri Kesehatan dan seluruh jajaran untuk memulai melakukan kajian untuk rapid test seperti negara lain," ujar Yuri, sapaannya dalam konferensi pers, Rabu 18 Maret 2020.

Dijelaskan oleh Yuri, rapid test tersebut merupakan serangkaian tes dengan mengambil sampel darah milik seseorang yang diduga positif COVID-19. Hal ini berbeda jauh dengan pemeriksaan yang selama ini dilakukan, yakni melalui metode usap atau swab tenggorokan yang mengambil cairan di kerongkongan.

7,9 Juta Perangkat di Indonesia Terinfeksi Virus

"Rapid test cara beda dengan tes selama ini, karena akan gunakan spesimen darah. Tidak dengan lapisan kerongkongan atau tenggorokan," jelasnya.

Yuri menegaskan, pengembangan rapid test ini untuk mempermudah pasien terduga positif virus corona, agar dapat melakukan pengecekan di seluruh laboratorium di Indonesia. Diharapkan, dapat membuat deteksi dini jika dilakukan lebih banyak sehingga penyebaran virus corona bisa diminimalisir.

Cara Ricky Harun Menjaga Kesehatan, Kombinasi Antara Suplemen Propolis dan Olahraga Rutin

Namun, bisakah orang yang sehat tanpa gejala diperiksa melalui rapid test? Seberapa efektif hasilnya?

Dalam wawancara VIVA dengan Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Amin Soebandrio mengatakan bahwa rapid test berfungsi untuk mendeteksi antibodi yang ada dalam tubuh. Ia memaparkan bahwa setelah terinfeksi, antibodi dalam tubuh akan terbentuk.

"Jadi tidak mendeteksi virusnya tapi mendeteksi bentuk antibodi dalam tubuh manusia ketika kita terinfeksi. Antibodi itu baru bisa terdeteksi kalau gejalanya sudah ada, jadi mulai kalau mual, demam, batuk 1-2 hari kemudian dia baru bisa terdeteksi," ujar Amin.

Ia menjelaskan bahwa saat masa inkubasi dan belum nenimbulkan gejala bisa jadi penyakit itu terdeteksi. Sehingga ia menegaskan bahwa akan sulit untuk memeriksa orang sehat.

"Jadi tidak untuk orang yang sehat. Kalau itu ditujukan untuk mencari health carier dan sehat yang membawa virus itu itu hampir dapat dipastikan hasilnya negatif karena antibodinya belum terbentuk ya dia baru terbentuk kalau ada gejala," ungkap dia.

Oleh karena itu, rapid test hanya digunakan sebagai skrining awal. Untuk memastikan tetap harus menggunakan metode Polymerase Chain Reaction  yang selama ini digunakan.

Virus Corona berdampak ke segala arah, termasuk Masjid Istiqlal yang jadi sepi jemaah. Lihat dalam video di bawah ini:

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya