Ramai Info Soal Rapid Test Corona, Ahli: Ini Hanya untuk Skrining Awal
- Freepik/freepik
VIVA – Rapid test menjadi pertimbangan pemerintah Indonesia saat ini untuk mencegah penyebaran wabah COVID-19 makin meluas. Untuk menjalankan tes virus corona ini, rencananya, rapid test akan dilakukan secara massal lantaran sudah tersedia di seluruh rumah sakit.
Namun, banyak pakar yang mempertanyakan keakuratan rapid test untuk mendeteksi COVID-19. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto sempat mengatakan bahwa rapid test dapat mendeteksi virus pada pasien yang sudah satu minggu terinfeksi.
Jika masih belum satu minggu pasien terinfeksi, hasilnya kemungkinan negatif. Sementara, jika hasil yang keluar adalah positif, bukan berarti menjadi diagnosis akhir. Hal ini membuat pasien dengan hasil rapid test positif akan kembali dites dengan memeriksa dahak dalam waktu bersamaan.
Mengenai hal ini, Tenaga Ahli Utama KSP, Brian Sriprahastuti juga menjelaskan, meski hasil rapid test nantinya menunjukkan positif, tetap diperlukan test ulang.
"Artinya positif kan bisa saja dia pernah atau sedang terinfeksi. Ini yang harus diperiksa ulang sesuai standard yaitu pemeriksaan sputum (dahak) dengan PCR," ujar Tenaga Ahli Utama KSP, Brian Sriprahastuti saat diwawancara tvOne, Jumat 20 Maret 2020.
Brian juga menegaskan bahwa meski dilakukan secara massal, tak semua masyarakat bisa menggunakannya. Tetap ada indikasi yang nantinya masuk ke dalam prosedur serta menjadi bagian dari deteksi dini.
"Artinya rapid test bukan untuk diagnosis tapi untuk skrining awal," paparnya.
Sementara itu, di kesempatan terpisah, Senior Research Fellow Eijkman Institute, Dr. Herawati Sudoyo mengatakan bahwa rapid test memiliki keakuratan paling rendah di antara semua jenis tes pada virus atau penyakit. Hera mengatakan perlu adanya tes lebih lanjut jika memang pasien mendapatkan hasil positif pada rapid test.
"Rapid test mudah cuma 15 menit tapi hasil positif bukan melulu (benar terinfeksi) COVID-19. Kalau ragu, dokter lakukan tes molekul (standard WHO)," ujarnya.