Uji Coba Pertama Vaksin COVID-19 Dimulai, Kapan Tersedia untuk Publik?

Ilustrasi vaksin atau jarum suntik.
Sumber :
  • Pixabay/PhotoLizM

VIVA – Uji coba vaksin pertama untuk COVID-19 telah dimulai. Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, uji coba dimulai 60 hari setelah urutan genetik virus dibagi oleh China.

Bio Farma Raih Kontrak Ekspor Vaksin Rp 1,4 Triliun, Erick Thohir Dorong Produksi

Meski uji coba vaksin ini adalah capaian penting, butuh waktu setidaknya 12 hingga 18 bulan untuk vaksin tersedia untuk penggunaan umum. Pada konferensi pers virtual yang diadakan di kantor pusat WHO di Jenewa, Tedros mengatakan lebih dari 200.000 kasus virus telah dikonfirmasi dan lebih dari 8.000 kematian dilaporkan di seluruh dunia.

Seperti dilansir dari The Star, Tedros memuji para peneliti di seluruh dunia yang  bertindak bersama untuk mengevaluasi secara sistematis terapi eksperimental.

Vaksin HFMD Sudah Ada, Berapa Efikasinya untuk Cegah HFMD atau Flu Singapura?

"Banyak uji coba kecil dengan metodologi berbeda mungkin tidak memberi kita bukti yang jelas dan kuat yang kita butuhkan tentang perawatan yang membantu menyelamatkan hidup," katanya.

Karena alasan inilah, WHO dan para mitranya mengadakan penelitian di negara-negara di mana beberapa pengobatan yang belum diuji dibandingkan satu sama lain. Negara-negara yang telah mengkonfirmasi akan bergabung dengan "persidangan solidaritas" antara lain Argentina, Bahrain, Kanada, Prancis, Iran, Norwegia, Afrika Selatan, Spanyol, Swiss, dan Thailand.

Vaksin HFMD atau Flu Singapura Kini Hadir di Indonesia

"Kami tahu bahwa banyak negara sekarang menghadapi epidemi yang meningkat dan merasa kewalahan," kata Tedros.

Namun, ia juga melihat ada harapan. Negara-negara dapat melakukan banyak hal seperti tindakan menjaga jarak fisik, seperti membatalkan acara olahraga, konser, dan pertemuan besar lainnya yang dapat membantu memperlambat penularan virus.

Mereka dapat mengurangi beban pada sistem kesehatan dan membantu membuat epidemi bisa dikendalikan. Dengan begitu lebih memungkinkan tindakan yang ditargetkan dan terfokus.

"Tetapi untuk menekan dan mengendalikan epidemi, negara harus mengisolasi, menguji, mengobati dan melacak. Jika tidak, rantai transmisi dapat berlanjut pada tingkat rendah, kemudian bangkit kembali setelah langkah-langkah jarak fisik diangkat," ujar Tedros.

Dia mengatakan bahwa WHO terus merekomendasikan bahwa mengisolasi, menguji dan merawat setiap kasus yang dicurigai, dan melacak setiap kontak, harus menjadi tulang punggung respons di setiap negara.

"Ini adalah harapan terbaik untuk mencegah penularan masyarakat secara luas," kata Tedros.

Exclusive roundtable 'Peringatan Hari Pneumonia Sedunia 2024'

Angka Pneumonia Anak Masih Tinggi, Inilah Jadwal Imunisasi Terbaru dari IDAI untuk Vaksin PCV

ASI diketahui punya manfaat untuk kesehatan anak termasuk meningkatkan daya tahan tubuh mereka sehingga mereka tak mudah terpapar penyakit termasuk infeksi bakteri.

img_title
VIVA.co.id
17 November 2024