Dokter Sebut Lockdown Parsial Bisa Tekan Angka Kasus COVID-19
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto kembali memperbaharui data pasien yang terinfeksi sebanyak 309 kasus per 19 Maret 2020. Sementara, jumlah kematian juga kian melesat menjadi 25 kasus yang artinya bertambah sebanyak enam pasien sejak sehari sebelumnya.
Yuri, sapaan karibnya, menjelaskan bahwa angka kematian tersebut tidak bisa dikatakan meningkat karena data terus bergerak.
"Data bergerak, saya tidak bisa simpulkan seperti itu (angka kematian tinggi)," ujar Yuri kepada VIVA, Kamis 19 Maret 2020.
Berbeda dengan Ketua Umum PP Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. dr. Aman B. Pulungan, SpA(K), yang mengatakan bahwa angka kematian di Indonesia sangat melesat tinggi dibanding negara lain. Dokter Aman mencontohkan bahwa negara tetangga Malaysia yang mana perbandingan kasus positif dan kematian sangat jauh.
"Malaysia 900 yang terinfeksi, yang meninggal 2 orang. Kita, Indonesia, meninggal 20 (25). Tapi ini kan tidak ada kejadian di seluruh dunia seperti ini," ungkap Aman dalam telekonferens bersama CISDI, Kamis 19 Maret 2020.
Dokter spesialis anak ini menambahkan, pemerintah dan seluruh dunia memang memaparkan bahwa penyakit COVID-19 dapat sembuh dengan sendirinya. Tapi pada kenyataannya, ia mempertanyakan kaitan pernyataan tersebut dengan angka kematian yang tinggi tersebut. Aman bahkan menyebut masih tingginya aktivitas di Indonesia memicu penyebaran terus terjadi.
"Kalau kita masih melakukan aktivitas seperti biasa, saya sempat tanya teman dokter spesialis anak di Singapur (masih melakukan aktivitas biasa) naik lagi kasusnya dari imported case," kata dia.
Ia mengakui Indonesia harus mulai melakukan penanganan seperti yang dilakukan negara asal virus corona jenis baru, Wuhan, serta Korea Selatan yang angkanya sempat meningkat drastis. Penutupan tempat publik dan pembatasan aktivitas, kata Aman, jadi solusi yang seharusnya efektif.
"Mulai mikir lockdown parsial (setengah tempat di Indonesia). Reaksinya berlebihan (mengenai lockdown), (padahal) lockdown bukan shut down. (Contohnya) China bukan seluruh China ditutup," katanya.