Cerita Perawat RSPI Sulianti Saroso Tangani COVID-19: Benar Perjuangan
- ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko
VIVA – Sebut saja dia Ayu, bukan nama sebenarnya. Perempuan berusia 38 tahun ini merupakan seorang perawat di Rumah Sakit Pusat Infeksi Sulianti Saroso yang kini jadi pusat rujukan Nasional kasus corona COVID-19. Berhadapan dengan pasien positif corona memang pekerjaannya.
Sejak wabah itu terkonfirmasi di Indonesia awal Maret lalu, Ayu dan petugas medis lainnya di rumah sakit itu bekerja lebih ekstra. Kostum lengkap mirip astronaut atau yang disebut hazmat suit jadi pakaian kerja hariannya. Ayu enggan menyebut nama aslinya. Meski begitu, ia berkenan berbagi cerita, juga asa sederhana di tengah wabah corona.
Kepada VIVA, ia bercerita, SOP yang mesti diikuti oleh tenaga kesehatan di RSPI Sulianti Saroso memang cukup ketat. Mereka dianjurkan menggunakan pakaian APD (Alat Pelindung Diri) sesuai SOP dengan kewaspadaan tinggi.
Salah satu yang menjadi tantangan ialah menggunakan hazmat suit yang merupakan bagian dari APD. Bukan hanya memiliki beban yang relatif berat, petugas juga sering kali sulit bernapas ketika menggunakan pakaian tersebut.
"Kita susah bernapas dan susah melihat juga. Makanya paling kuat 3 jam-an (pakai APD). Ini yang kadang bikin kita lemes," ujarnya.
Berada di barisan terdepan penanganan penyakit ini, petugas medis juga harus menjaga daya tahan tubuh agar tak mudah tertular. Terkait hal tersebut, Ayu membenarkan jika pihak rumah sakit memberinya asupan cukup agar tetap kuat.
"Kita juga diberi vitamin, makan, dan snack yang bergizi," katanya menambahkan.
Para petugas medis pun disarankan untuk melakukan kontak seminimal mungkin dengan pasien. Kontak hanya dilakukan ketika memberikan obat, makanan, dan juga mengukur tanda-tanda vital. Semua petugas medis yang kontak dengan pasien diwajibkan untuk mandi.
"Jadi enggak perlu masuk berulang kali, kalau tidak perlu-perlu banget. Kalau mau ke pasien lain pun, kita ganti APD semua di ruang anteroom," ujar dia.
Pemerintah mengumumkan status virus corona di negeri ini jadi bencana nasional per Sabtu, 15 Maret 2020. Hingga Senin, 16 Maret 2020, jumlah pasien positif corona di Indonesia mencapai 134 orang, meroket tajam sejak kasus pertama ditemukan pada dua pekan sebelumnya.
Tenaga medis pun siaga, bersiap menghadapi lonjakan pasien virus corona yang diprediksi belum sampai pada puncaknya. Sejauh ini, menurutnya, jumlah tenaga kesehatan dengan pasien yang ditangani masih terbilang imbang. Namun, ia khawatir situasinya akan lebih berat jika jumlah pasien positif corona terus melonjak.
"Kalau saat ini masih balance, enggak tahu kalau nanti meledak. Semoga enggak," doanya.
Membandingkan pengalaman ketika menangani virus sebelumnya, seperti flu burung dan flu babi, perawat ini mengakui, COVID-19 ini terasa lebih berat. Ada risiko tertular dan menularkan yang harus dihadapi para petugas medis sepertinya. Sedikit asa sederhana pada pemerintah pun terselip dalam ceritanya.
"Benar-benar perjuangan merawat pasien-pasien seperti ini, karena risiko tertular dan menularkan. Semoga pemerintah peka sama tim medis," harapnya.
Jika ditanya apa dia takut berada di garda depan penanganan virus corona, perempuan ini hanya bisa mengucap syukur, berterima kasih karena hingga hari ini, ia dan keluarga masih diberi kesehatan.