Studi Sebut Vape Efektif Atasi Kecanduan Rokok
- U-Report
VIVA – Di Indonesia, penelitian mengenai rokok elektrik masih sangat sedikit dan tidak berasal dari sumber yang dapat dibuktikan secara metodologis. Rokok elektrik dianggap hanya memiliki dampak negatif bagi pengguna, tanpa melihat manfaatnya sebagai medium terapi berhenti merokok.
Menurut sebuah studi, rokok elektrik mampu membantu untuk mengurangi penggunaan rokok. Sebuah studi yang didukung oleh National Institute for Health Research and Cancer Research UK membuktikan bagaimana rokok elektrik dapat menjadi terapi untuk berhenti merokok.
Studi yang dilakukan di Inggris tersebut dimulai pada April 2015 dan berakhir pada Maret 2018. Penelitian ini bertujuan melihat tingkat pantang yang tervalidasi secara biokimia selama 12 bulan pada perokok yang menggunakan rokok elektrik dibandingkan dengan terapi pengganti nikotin (NRT).
Partisipan penelitian berjumlah 886 orang yang berusia 18 tahun ke atas dan merupakan perokok aktif yang sedang mengikuti program berhenti merokok. Peneliti membagi separuh dari total partisipan untuk menggunakan rokok elektrik, dan separuhnya lagi menggunakan produk pengganti nikotin (seperti nicotine patch dan permen karet nikotin).
Semua partisipan studi mendapatkan layanan konseling individual setiap minggu selama empat minggu. Setelah setahun, pengurangan rokok akan terbukti dengan mengukur banyaknya karbon monoksida yang dihirup.
Hasil temuan pertama dari penelitian itu adalah 18 persen partisipan yang menggunakan rokok elektrik berhasil berhenti merokok selama setahun, dan hanya 10 persen yang menggunakan NRT berhenti merokok. Dari total orang yang sukses berhenti merokok tersebut, 80 persen partisipan yang menggunakan rokok elektrik masih menggunakan vape, dan hanya 9 persen pengguna NRT tetap menggunakan produk tersebut.
Yang tak kalah menarik, laporan batuk dan adanya dahak lebih rendah pada partisipan yang menggunakan rokok elektrik. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa rokok elektrik lebih efektif untuk menghentikan kebiasaan merokok dibandingkan dengan produk pengganti nikotin. Namun hal tersebut harus disertai dengan tindakan pendukung seperti konseling agar memiliki dampak yang maksimal.
"Maka dari itu, saya mengajak semua pihak untuk tidak membuat asumsi berdasarkan sumber-sumber yang tidak bisa dibuktikan secara metodologis," ujar peneliti dari Universitas Padjajaran dan co-founder Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik, drg. Amaliya, dikutip dari siaran pers, Selasa 11 Februari 2020.