Alasan Banyak Obat Kanker Belum Teruji BPOM
- pixabay/pexels
VIVA – Prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia kian meningkat dan menjadi banyak penyebab kematian. Salah satu jenisnya yaitu kanker, di mana menurut Globocan 2018, kejadiannya sebanyak 136.2 per 100 ribu penduduk.
Angka tersebut menempatkan Indonesia di urutan ke delapan dengan kasus terbanyak di Asia Tenggara. Hal ini membuat penyintas kanker harus diberikan pengobatan dengan tepat serta terbukti keamanannya.
Di Amerika, obat kanker yang boleh dipakai harus lolos dalam uji klinis Food and Drug Administration (FDA). Sementara di Indonesia, semua produk obat dan makanan termasuk obat kanker harus melalui persetujuan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI.
"Yang sudah disetujui pihak FDA dan lolos uji BPOM, kira-kira per tahun ada sekitar 23-25 obat kanker. Jadi dalam 5 tahun bisa hampir 180 obat kanker baru yang disetujui BPOM," ujar Ketua Formularium Nasional, Prof. dr. Iwan Dwi Prahasto, M.Med., SC., Ph.D, dalam Dialog Nasional di RS Dharmais, Jakarta, Kamis 6 Februari 2020.
Prof Iwan menjelaskan, setiap tahunnya obat kanker terus bertambah. Namun, terdapat beberapa perbedaan standard uji klinis antara FDA dan BPOM. Sehingga ia mengaku, obat yang lolos FDA banyak yang masih dalam proses melalui uji klinis BPOM.
Beberapa alasannya terkait hasil atau efek samping dari obat yang tidak sesuai antara masyarakat Indonesia dan Amerika. Hal ini membuat obat-obat kanker banyak yang masih belum bisa diterima dan digunakan di Indonesia.
"Nggak bisa sewaktu-waktu obat itu dicabut dari peredaran karena belum selesai uji klinis. Lebih baik tunggu hasil dari BPOM," tambahnya.