Sering Dipakai untuk Mabuk, Ini Bahaya Menghirup Lem Aibon
- Irwandi
VIVA – Kabar pengadaan anggaran lem Aibon oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta baru-baru ini menjadi sorotan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jakarta 2020, pengadaan itu mencapai sekitar Rp82 miliar.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan DKI, Syaefuloh Hidayat mengakui usulan dana pembelian lem Aibon dalam komponen di sistem e-budgeting hanya sementara, karena masih akan melalui penyesuaian di perancangan final APBD.
Lem Aibon sendiri biasa digunakan untuk merekatkan berbagai macam benda. Beberapa tahun lalu, juga ramai diberitakan banyak anak yang mabuk dengan menghirup lem Aibon. Tapi apa sebenarnya bahan yang terkandung dalam lem ini hingga membuat mabuk?
Dikutip dari situs resmi Aica, Rabu, 30 Oktober, lem Aibon memiliki bahan dasar toluena. Ini merupakan cairan bening, mudah terbakar dan tidak larut dalam air dengan aroma khas pengencer cat.
Toluena dapat diserap ke dalam tubuh melalui inhalasi, pencernaan dan kontak kulit. Paparan toluena telah dikaitkan dengan pusing, halusinasi, masalah jantung dan dapat merusak janin.
Mereka yang terpapar dan menghirup toluena secara berlebihan kerap kali menimbulkan gejala seperti kelelahan, pusing, sakit kepala, kehilangan koordinasi atau pendengaran, euforia, insomnia, iritasi mata dan hidung
Menghirup lem Aibon juga dapat mengiritasi hidung dan tenggorokan dan dapat membahayakan sistem saraf. Gejala yang mungkin terjadi termasuk sakit kepala, mual, pusing, kantuk dan kebingungan. Paparan yang parah dapat menyebabkan ketidaksadaran.
Jika terpapar pada kulit akan menyebabkan iritasi sedang hingga berat. Gejalanya meliputi rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan. Itu karena lem ini dapat diserap melalui kulit dan dapat menyebabkan efek seperti yang dijelaskan untuk inhalasi.
Untuk efek paparan jangka panjang (kronis) sendiri, dapat menyebabkan kulit kering, merah, pecah-pecah (dermatitis) setelah terjadi kontak dengan kulit. Paparan terhadap bahan kimia ini dan kebisingan yang keras dapat menyebabkan gangguan pendengaran yang lebih besar dari yang diharapkan dari paparan kebisingan saja.
Efek pada penglihatan warna telah dilaporkan, tetapi bukti tidak dapat disimpulkan. Dapat membahayakan sistem saraf. Kesimpulan tidak dapat ditarik dari studi terbatas yang tersedia. Namun, pada konsentrasi tinggi dapat membahayakan ginjal.