Waspada Difteri, Kenali Gejala dan Cara Pencegahannya

Pekerja menunjukkan vaksin yang mengandung komponen difteri sebelum didistribusikan, di Bandung, Jawa Barat, Senin (18/12).
Sumber :
  • ANTARA/M Agung Rajasa

VIVA – Belum lama ini, publik geger karena kabar ratusan siswa dan puluhan guru di sebuah sekolah di Malang dinyatakan positif membawa (carrier) bakteri difteri. Penyakit ini memang jadi momok, karena termasuk infeksi serius yang mengancam jiwa.

Difteri sendiri merupakan infeksi bakteri yang menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, serta terkadang dapat memengaruhi kulit.

Difteri merupakan salah satu penyakit yang paling ditakuti di dunia. Penyakit ini penyebarannya cukup cepat dan disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphteriae. 

Cara penularannya, bakteri masuk ke tubuh lewat percikan udara, misalnya ketika seseorang batuk, bersin, atau berbicara. Selain itu, bisa juga menular lewat barang-barang yang sudah terkontaminasi bakteri, dan sentuhan langsung pada luka borok akibat difteri di kulit penderita.

Biasanya Difteri menyerang anak-anak usia 1-10 tahun tetapi orang dewasa pun tetap bisa menderita penyakit ini. Bagian yang paling sering diserang oleh bakteri adalah tenggorokan seperti pada tonsil dan faring. Gejalanya biasanya berupa lemas, nyeri tenggorokan, tidak nafsu makan, dan demam tinggi.

Dalam 2-3 hari akan terbentuk selaput berwarna putih keabu-abuan yang dapat berdarah apabila diangkat dan meluas dengan berbagai ukuran yang disebut dengan pseudomembran. Hal itu menyebabkan sumbatan yang membuat jalannya nafas terhambat, pengidap Difteri paling parah terjadi pembengkakan pada leher. 

Untuk mencegah penularannya, bisa menggunakan masker. Jika menutup mulut dengan tangan saat batuk dan bersin, maka tangan pun harus dicuci. 

Selain itu difteri dapat dicegah melalui imunisasi. Imunisasi diberikan dalam bentuk DTP (difteri, tetanus, pertusis) sebanyak tiga kali (DPT-1, DPT-2, dan DPT-3) sejak usia 2 bulan dengan jarak pemberian 4-8 minggu. Kemudian dilanjutkan imunisasi ulang yang diberikan 1 tahun setelah DPT-3 (usia 18-24 bulan), pada saat usia 5 tahun, pada saat kelas 2 SD dan kelas 5 SD.

Polio hingga Difteri Muncul Lagi di RI padahal Sudah Pernah Nol Kasus

Jika ada tanda-tanda seperti itu yang terjadi pada keluarga atau kerabat dekat segera melakukan imunisasi booster difteri, antibiotik, pemeriksaan apusan hidung dan tenggorokan. 

Hal itu dilakukan jika berada dalam satu ruangan dengan penderita dalam waktu lebih dari 4 jam selama 5 hari berturut-turut atau lebih dari 24 jam dalam seminggu.

Menkes: Difteri Saja Kita Enggak Takut, Apalagi Corona
Ilustrasi bayi/anak/parenting.

Deret Penyakit Berbahaya bagi Bayi, IDAI: Difteri Itu Mematikan

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) soroti angka kematian bayi dan anak yang kondisinya masih terus meresahkan. Kasus kematian tercatat paling tinggi terjadi pada bayi.

img_title
VIVA.co.id
16 Agustus 2023