Hipertensi Picu Gagal Ginjal, Ini Saran Dokter
- Pixabay/rawpixel
VIVA – Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan 1,13 miliar orang di dunia menderita hipertensi. Dalam data yang sama, kurang dari 1 dari 5 penderita hipertensi yang memeriksa kesehatannya ke dokter.
Di Indonesia sendiri, data RISKESDAS 2018 menunjukkan prevelensi hipertensi dengan jumlah penduduk 265 juta orang meningkat 34,1 persen pada tahun 2018 dibandingkan tahun 2013 sebesar 27,8 persen. Dari prevalensi hipertensi itu, terdapat 32,3 persen tidak rutin minum obat bahkan 13,3 persen tidak minum obat.
Padahal, hipertensi merupakan penyakit yang fatal pada seluruh organ dan memicu kematian. Seperti pada kasus stroke, di mana pemicu utamanya adalah hipertensi yang tidak tertangani.
"Hipertensi biang keladi semua organ yang punya pembuluh darah. Kalau otak jadi stroke, kalau di ginjal maka akan gagal ginjal. Hipertensi pembunuh dua hal itu," ujar Ketua Umum Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI), dr. Tunggul D. Situmorang, Sp.PD-KGH FINASIM, dalam temu media di kawasan Menteng, Jakarta.
Data Indonesian Renal Registry 2017 (IRR) menunjukkan bahwa hipertensi menjadi penyebab utama gagal ginjal sehingga menjalani cuci darah (dialisis). Hipertensi yang tidak terkontrol merupakan faktor risiko Penyakit Ginjal Kronik (PGK).
Adapun gagal ginjal merupakan salah satu bentuk kecacatan organ yang menakutkan disebabkan karena hipertensi. Penderita gagal ginjal, biasanya, akan kehilangan hari produktif dan kualitas hidup sangat menurun.
"Satu di antara tiga dewasa idap hipertensi. 35 persen pasien cuci darah disebabkan hipertensi," lanjutnya.
Oleh karena itu, orang yang terdiagnosis hipertensi harus patuh terhadap pengobatannya. Ia menegaskan agar pengidap hipertensi jangan pernah menghentikan pengobatannya sendiri ketika tekanan darah nampak stabil.
"Hipertensi tinggi ditandai dengan angka di atas 140/90 dengan catatan dihitung berulang. Grade satu hipertensi bisa dengan ubah gaya hidup. Kalau sudah grade 2 dan 3, perlu obat," jelasnya.