BPOM: FDA Sebut, Ranitidin Picu Kanker Setelah 70 Hari Pemakaian
- U-Report
VIVA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baru-baru in meminta industri farmasi untuk menarik obat ranitidin. Keputusan ini diambil lantaran produk tersebut terdeteksi mengandung cemaran N-Nitrosodimethylamine (NDMA) yang melebihi batas ambang atau 96 nanogram.
Selain itu BPOM juga meminta industri farmasi untuk menghentikan produksi ranitidin. Hasil temuan US Food and Drug Administration (US FDA) dan European Medicine Agency (EMA) menyatakan bahwa cemaran NDMA sendiri bersifat karsinogenik dan memicu timbulnya kanker.
Meski demikian, Kepala BPOM, Penny K Lukito sendiri mengimbau masyarakat untuk tidak meresponnya dengan panik. Ini karena pihak BPOM sendiri, lanjut Penny, telah melakukan langkah-langkah untuk mengatasi ketersediaan pengobatan untuk penyakit tukak lambung dan tukak usus ada alternatif lainnya.
"Terkait risiko harus bijaksana untuk merespons dan mengartikannya, karena ada aspek konsentrasi dan lamanya pemarana sehingga tidak perlu panik. Efek risiko jika kalau dikonsumsi dalam waktu lama," ungkap Penny saat konferensi pers di Kantor BPOM, di Percetakan Negara, Jakarta Pusat, Jumat, 11 Oktober 2019.
Penny menjelaskan, dalam standar studi global yang dilakukan oleh US FDA obat ini baru memicu kanker bila dilakukan selama 70 hari pemakaian. Jika tidak digunakan dalam jangka waktu tersebut, risiko karsinogenik sendiri cenderung rendah.
Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi, Prasetyo Widhi Buwono, SpPD, K-HOM, FINASIM. mengungkapkan bahwa studi pada hewan coba sendiri, NDMA baru bisa timbul sifat karsinogenik jika terpapar selama tiga hingga enam bulan.
"Kalau pada manusia kan enggak mungkin (dilakukan percobaan), karena tidak etis, yang mungkin pada yang penderita kanker apakah dia punya keterpaparan NDMA yang tinggi, ternyata dari situ dari semua kanker tadi lebih dari 1000an. Ternyata kandungan NDMA-nya tinggi, dan ternyata keterpaparannya dari 11,3 tahun. jadi waktunya panjang," kata dia.
Meski demikian, tingkat keterpaaran setiap orang terhadap NDMA sendiri bisa jadi berbeda-beda. Oleh sebab itu, lanjut Prasetyo, ada baiknya untuk mengurangi dan menghindari risiko tersebut.