Asap Karhutla Bisa Picu Kanker Paru, Ini Alasannya

Ilustrasi paru-paru/rontgen/x-ray.
Sumber :
  • Freepik/pressfoto

VIVA –Asap sisa kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di beberapa wilayah di Tanah Air sudah menimbulkan masalah kesehatan berupa infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Jika tak ditangani dengan tepat, masalah lain seperti kanker paru pun rentan terjadi.

Raja Juli dan Kapolri Ketemu Bahas Penegakan Hukum Kehutanan

Debu akibat asap karhutla tentu paling mudah menyerang sistem pernapasan manusia. Meski bukan sebagai penyebab penyakit tertentu, namun hal tersebut membuat kondisi paru menjadi lebih sensitif.

"Debu masuk ke saluran napas memicu peradangan. Peradangan itu yang membuat fungsi sistem pernapasan turun," ujar spesialis paru, dr. Erlang Samoedra Sp.P., dalam temu media di kantor Perhimpunan Dokter Paru Indonesia di Jakarta, Kamis, 26 September 2019.

77,11 Hektare Lahan di Palangka Raya Terbakar dalam 10 Bulan, BPBD Ingatkan Kejadian Tahun 2015

Kondisi peradangan, lanjut Erlang, membuat sekret atau kotoran yang diproduksi sistem pernapasan sulit terbuang keluar. Akhirnya bakteri lain masuk dan menimbulkan beragam penyakit.

"Yang meninggal karena pneumonia banyak disebabkan daya tahan parunya turun terhadap infeksi, lalu setelah itu terjadi kematian yang berawal dari debu asap tadi. Bayi, balita, lansia dan pengidap penyakit kronis lebih rentan," lanjutnya.

Mengenal Jenis-jenis Kanker Paru dan Cara Modern Pengobatannya

Ada pun dari sisa asap karhutla terdapat partikel lain yang sangat kecil dan terpapar terus menerus ke paru bisa membuat organ paling dalam di paru rusak. Bernama alveoli, organ kecil yang menjadi sumber penting pertukaran oksigen di tubuh ini bisa rusak akibat paparan yang tak henti menerpa.

"Kerusakan di alveoli membuat peradangan paru obstruktif kronis. Setelah meradang pada waktu lama, ada perubahan fungsi dari sel alveoli yang berubah menjadi sel kanker, maka timbul penyakit kanker paru," ujar spesialis paru dr. Andika Chandra Putra, Ph.D, Sp.P(K), di kesempatan yang sama.

Meski kurun waktu perubahan penyakit itu butuh waktu hingga menahun, ada baiknya kita melakukan deteksi dini atau pencegahan agar penyakit paru tidak menjadi lebih berbahaya. Salah satunya dengan menggunakan masker dan rutin melihat status kualitas udara.

"Kesadaran menggunakan masker dan dengan cara yang benar harus ditingkatkan. Pantau status kualitas udara melalui aplikasi atau lewat jarak pandang. Misal, jika jarak pandang di bawah satu kilometer sudah gelap tertutup debu, berarti statusnya buruk. Usahakan juga makan makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari kuman," ujar Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, DR. Dr. Agus Dwi Susanto,Sp.P(K). (nsa)

Ilustrasi Batuk

Jangan Anggap Remeh Batuk Kronis, Bisa Jadi Sinyal Bahaya Kanker Paru-Paru

Prof. Elisna mengingatkan, "Jangan takut menerima kenyataan. Kalau sakit, ya diobati. BPJS bisa membantu mengurangi biaya yang mahal."

img_title
VIVA.co.id
3 Desember 2024