30 Persen Komplikasi Penyakit Kronis Serap Anggaran BPJS
- ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
VIVA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terpaksa menyesuaikan iuran hingga 100 persen untuk para peserta. Hal tersebut akibat membengkaknya anggaran BPJS Kesehatan yang salah satunya diduga untuk pengobatan penyakit kronis.
Peserta BPJS Kesehatan per September ini tercatat mencapai angka 230 juta jiwa. Dari angka tersebut, peserta yang mengidap penyakit kronis memiliki jumlah yang cukup besar.
"Sekitar 11 jutanya mengidap hipertensi, itu yang terdiagnosa hipertensi dari peserta JKN, tidak termasuk yang belum terdiagnosa. Kalau diabetes melitus sekitar 9 juta jiwa," ujar Asisten Deputi Bidang Pembiayaan Manfaat Kesehatan Primer BPJS, Dr. Nurifansyah, dalam temu media di kawasan Cikini, Jakarta, Selasa, 24 September 2019.
Dua penyakit tersebut, lanjut Nurifansyah, bisa dikatakan sebagai sumber penyakit katastropik, di mana membutuhkan intervensi dengan alat canggih dan biaya mahal untuk pengobatannya yang seumur hidup. Kasus yang tidak dikelola dengan baik, berujung dengan komplikasi seperti gagal ginjal, stroke hingga jantung yang memakan biaya lebih besar.
"Kasus katastropik paling banyak menyerap biaya program sekitar 20-30 persen dari total biaya. Obat dari penyakit kronis yang membuat permintaan terhadap obat makin banyak, seperti obat diabetes melitus, hipertensi, itu diminum seumur hidup," kata dia.
Menurutnya, hampir setiap peserta akan membawa obat ùsai berobat sehingga permintaan terhadap obat kian meningkat dan membuat biaya membengkak. BPJS Kesehatan pun telah membuat sistem rujuk balik sebagai upaya meredam pembengkakan anggaran tersebut.
"Preventifnya jangan sampai jatuh ke fase komplikasi, harus terkendali. Upaya dari BPJS dengan mengikuti program rujuk balik di mana peserta yang sudah stabil penyakitnya akan diberikan obat dari puskesmas berdasarkan resep yang bisa diteruskan dari dokter di pengobatan sebelumnya, jadi tidak repot berobat ke rumah sakit lagi," tuturnya.