Karhutla, Kemenkes Kenalkan Metode Dakron Basah untuk Cegah ISPA

kabut asap di Riau
Sumber :
  • ANTARA/Fachrozi Amri

VIVA – Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di sejumlah wilayah di Indonesia memicu permasalahan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Karenanya Menteri Kesehatan Nila Moeloek menekankan upaya pencegahan dan pengobatan terutama bagi masyarakat yang terdampak.

Raja Juli dan Kapolri Ketemu Bahas Penegakan Hukum Kehutanan

Salah satu upaya pencegahan yang cukup efektif adalah menggunakan kain dakron. Menurut Sekretaris Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Pusat Krisi Kesehatan, Kemenkes dr. Ahmad pemasangan kain dakron yang dibasahi sudah terbukti efektif mencegah ISPA.

“Setelah diuji coba di beberapa sekolah dan dilakukan pengukuran ISPU di dalam dan di luar kelas, ternyata udara lebih baik di dalam kelas karena terpasang kain dakron,” katanya dalam siaran pers yang diterima VIVA Selasa 17 September 2019.

77,11 Hektare Lahan di Palangka Raya Terbakar dalam 10 Bulan, BPBD Ingatkan Kejadian Tahun 2015

Dr. Ahmad Yurianto yang kerap disapa Yuri menambahkan pengalaman masalah Karhutla pada 2015, telah terjadi kematian pada anak. Hal itu sebenarnya disebabkan gastroenteritis dan dehidrasi berat karena kurang tersedianya air bersih.

“Saat itu sebenarnya episode yang diawali kekeringan dan sulit dapat air bersih sehingga yang muncul gastroenteritis. Terlambat melakukan rujukan karena memang warga takut asap di luar sehingga menimbulkan kematian. Informasi yang ramai meninggal karena asap padahal bukan,” ungkapnya.

Kebakaran Hutan Lindung di Danau Toba Samosir, Luas Area Terbakar Capai 100 Hektar

Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek menambahkan kalau sudah musim kemarau yang utama adalah air bersih. Ia mengatakan bahwa Poltekkes sempat menciptakan teknologi tepat guna berupa penjernih air dan berhasil menjernihkan air gambut di Kalimantan.

“Kalau sudah musim kemarau yang utama itu air. Poltekkes sudah bisa menjernihkan air gambut, kecil alatnya,” kata Menkes.

Selain itu, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Batam 4 tahun lalu juga membuat teknologi penjernih air agar bisa langsung minum. Teknologi tersebut dijadikan replika untuk daerah agar bisa mengembangkan sendiri.

Dr. Yuri menambahkan teknologi tepat guna lainnya adalah oksigen konsentrator. Tim Pusat Krisis Kesehatan sempat memantau Puskesmas Pulang Pisau, Kalimantan Tengah yang bermasalah karena kabut asap yang begitu pekat.

“Kita datangi, kita beri oksigen konsentrator kemudian Puskesmasnya kita tutup pakai kain dakron. Tim Puskris mau mengecek lagi ke sana,” kata dr. Yuri.

Rencananya, tambah dr. Yuri, kalau oksigen konsentrator ini sesuatu yang bagus maka Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer dapat meminta Puskesmas untuk menggunakan oksigen konsentrator.

“Ke sini juga, kami mengirim (oksigen konsentrator) ke Riau,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya