KPAI Sebut Eksekusi Kebiri Kimia Sebagai Upaya Perlindungan Anak
- Jefri Yanto/VIVA.co.id
VIVA – Dukungan terhadap eksekusi kebiri kimia terhadap predator seks anak kali ini datang dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Menurut Komisioner KPAI Bidang Anak Berhadapan dengan Hukum, Putu Elvina, pihaknya mendukung penuh hal tersebut sebagai upaya perlindungan terhadap anak.
"Ini tentu merupakan komitmen pemerintah sebagai bentuk hadirnya negara dalam upaya perlindungan anak. KPAI tentu saja pada kapasitas mendukung berbagai upaya untuk meminimalisir angka kejahatan terhadap anak,” ucap Putu Elvina kepada VIVA.co.id, Senin, 26 Agustus 2019.
Ia menjelaskan pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak, sudah sesuai dengan keputusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Maka diharapkan, penegak hukum mampu memberikan keadilan bagi korban dan keluarga korban.
"KPAI juga mendorong agar presiden segera menuntaskan Peraturan Pemerintah (PP) terkait tata cara pelaksanaan untuk melakukan pidana tambahan berupa kebiri kimia sesuai dengan putusan tersebut, agar ada aturan teknis yang jelas dan juga untuk kepastian hukum bagi terdakwa," ungkap Putu menambahkan.
Terkait efektivitas hukuman tersebut dalam memberikan efek jera terhadap pelaku, Putu sendiri masih belum bisa menilai hal tersebut. Menurutnya, butuh evaluasi terhadap produk hukum tersebut saat dijalankan.
"Karena ini putusan pertama di Indonesia untuk pemberian pidana tambahan berupa kebiri kimia. Butuh waktu dan exercise hukum dan bagaimana implikasinya kepada masyarakat. Tentu pemberatan hukuman memiliki tujuan utk membuat efek jera, dan harus disosialisasikan secara masif terkait hal tersebut,"kata dia.
Seperti diketahui, pemuda bernama M. Aris dijebloskan ke penjara selama 12 tahun dan denda Rp100 juta subsider enam bulan pidana kurungan atas perbuatan bejatnya mencabuli sembilan bocah di Mojokerto pada 2015-2018. Pemuda 20 tahun itu juga dijatuhi pidana tambahan berupa kebiri kimia.
Hukuman kebiri kimia kepada Aris ini merupakan eksekusi pertama yang akan dilakukan di Indonesia. Karena itu, untuk melakukannya pun ternyata masih mengalami kendala.