5 Cerita Memprihatinkan Nicholas Saputra soal Gizi Anak di Pulau Alor
- VIVA/Wahyu Firmansyah
VIVA – Aktor Nicholas Saputra mengunjungi Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Pulau Alor, bukan untuk berlibur namun lebih melihat dan meriset bagaimana kondisi masyarakat di daerah itu. Salah satu alasan pemeran Rangga dalam film Ada Apa Dengan Cinta ini mengunjungi Pulau Alor adalah data yang ditunjukkan oleh Riset Kesehatan Daerah (Riskesdas) 2018, di mana gizi kurang terbanyak di wilayah Nusa Tenggara Timur, yakni 42,6 persen.
Tidak sendiri, Nicholas Saputra datang bersama Cadbury dan ACT dalam perjalanannya memberikan 200 ribu paket nutrisi tambahan kepada 1.000 anak yang mengalami malnutrisi. Paket itu berupa susu, telur, kacang hijau, dan gula aren.
Nicholas juga menemukan beberapa hal saat mengunjungi Pulau Alor, di antaranya:
1. Potensi Pariwisata
Saat mengunjungi Pulau Alor, Nicholas Saputra yang sering mengunjungi wilayah-wilayah Timur, seperti Flores, Sumba, dan masih banyak lagi melihat potensi pariwisata yang luar biasa pada pulau itu.
"Ini adalah suatu kawasan yang sangat indah yang sangat memiliki potensi pariwisata yang baik karena budayanya luar biasa karena alamnya juga luar biasa," ujar Nicho di Mal Gandaria City, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Agustus 2019.
2. Angka Kekurangan Gizi Cukup Tinggi
Meski potensi alam yang bagus untuk dijadikan destinasi wisata, Nicho merasa ada hal yang cukup berbahaya pada pulau itu, yakni angka kekurangan gizi yang cukup tinggi ada di Pulau Alor.
"Ada ada bahaya itu kalau ini kita tidak investasikan dari sekarang yaitu adalah di SDM (Sumber Daya Manusia) seperti yang kita bilang tadi bahwa data yang bilang bahwa angka kekurangan gizi di daerah tersebut cukup tinggi," katanya.
Nicholas Saputra menyayangkan adanya perbedaan yang signifikan antara alam yang menarik dengan kesehatan di masyarakat pulau.
3. Kunjungi Puskesmas
Pemenang Piala Citra sebagai Pemeran Utama Pria Terbaik 2002 ini juga sempat mengunjungi puskesmas di daerah Alor. Dia berbicara pada salah satu ahli gizi di puskesmas tersebut tentang kekurangan gizi di sana.
"Saya melihat langsung kondisi. Saya pergi ke beberapa kampung dan satu Puskesmas yang yang kita kunjungi di Alor melihat langsung, berbicara langsung dengan satu ahli gizi di Puskesmas tersebut yang memberikan data-data yang bercerita tentang pengalaman yang pergi ke kampung-kampung. Melihat bagaimana potensi yang bisa kita lakukan untuk membantu anak-anak yang kekurangan gizi," katanya.
4. Edukasi Perbaikan GiziÂ
Angka kekurangan gizi yang tinggi juga disebabkan oleh edukasi untuk perbaikan gizi yang ada di daerah Alor sangat kurang, sehingga warganya tidak mengetahui secara baik bagaimana memenuhi gizi setiap harinya.
"Sebenarnya cukup bermacam-macam masalahnya, pendidikan orangtua kepada anak menjadi bagian yang sangat besar berkontribusi pada baiknya gizi pada anak," ucapnya.
"Saya lihat di beberapa tempat ada cukup baik tapi edukasi orangtua kurang, seperti asupan protein dan segala macem tapi kalau saya lihat di beberapa tempat sebenernya sumber dayanya cukup baik, mungkin edukasi orang tuanya kurang. Saya rasa akses terhadap makanan atau gizi yang baik itu sebenarnya ada, cuma karena mungkin edukasinya kurang jadi anaknya enggak pegang ya," sambungnya.
5. Fasilitas KesehatanÂ
Selain berbicara dengan ahli gizi di Puskesmas, Nicho melihat akses jalan yang sulit dan jarak yang jauh juga menjadi kendala masyarakat ingin berobat di Puskesmas.
"Saya lebih banyak berbicara dengan petugas di Puskesmas bagaimana mereka misalnya jarak antara kampung dan Puskesmas cukup jauh, jadi mereka perlu effort lebih untuk orang juga kurang sumber daya untuk kurang bisa memantau anak-anak ini," katanya.
Selain jarak, fasilitas dan tenaga kesehatan pada Puskesmas tersebut juga sangat kurang sehingga pengobatan yang dilakukan juga terbatas.
"Iya, tenaga kesehatannya juga kurang, fasilitas kurang, dan juga sumber gizinya juga terbatas," kata Nicholas Saputra. (tsy)