Eksploitasi Anak di Iklan Rokok Tingkatkan Perokok Newbie
- Instagram/@kemenkes_ri
VIVA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI menyebut adanya eksploitasi anak terselubung dalam Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulutangkis 2019. Komisioner KPAI Bidang Kesehatan, Sitti Hikmawaty mengungkapkan bahwa adanya penggunaan tubuh anak sebagai brand image produk rokok.
Sitti mengatakan bahwa meningkatnya bombardir iklan rokok dari berbagai macam media, berkaitan erat dengan peningkatan perokok pemula. Laporan dan kajian beberapa stakeholders atau pemangku kepentingan terkait, lanjut Sitti, memberikan data yang cukup signifikan bahwa empat dari lima anak mengenal rokok melalui iklan.
"Jadi dari World Health Center Tobacco Cofference bahwa terjadi signifikasi kalau promosi meningkat maka keterpaparan akan sangat meningkat. Dan itu, kita lihat begitu bombardir promosi meningkat, Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) meningkat," kata Sitti saat konferensi pers di Kantor KPAI, Jakarta, Kamis, 1 Juli 2019.
Oleh karena itu, Ketua KPAI Susanto juga meminta agar eksploitasi anak tersebut dihentikan segera mungkin oleh Djarum. Menurut Susanto, yang dilakukan oleh Djarum Foundation telah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, salah satunya terkait Pasal 47. Mereka melibatkan anak untuk promosi produk tembakau yang jelas-jelas dilarang.
"Pasal 47 bahkan secara gamblang menyebutkan: (1) Setiap penyelenggaraan kegiatan yang disponsori oleh produk tembakau dan atau bertujuan untuk mempromosikan produk tembakau dilarang mengikutsertakan anak di bawah usia 18 tahun," kata Susanto.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Stikom LSPR (2018), sebanyak tiga dari empat remaja mengetahui iklan rokok di media online atau daring. Dari riset tersebut juga dinyatakan bahwa iklan rokok banyak ditemui oleh remaja saat mereka mengakses internet, antara lain melalui YouTube, berbagai situs, Instragram, dan game online.
Selain itu, berdasarkan Riskesdas 2018 sendiri menyatakan bahwa terjadi peningkatan prevalensi perokok anak dan remaja usia 10-18 tahun dari 7,2 persen di tahun 2013 menjadi 9,1 persen di tahun 2018. Peningkatan prevalensi perokok anak dan remaja terjadi karena tingginya paparan iklan rokok di berbagai media, termasuk media internet (teknologi informasi).