Pernikahan Dini Picu Anemia pada Remaja
- U-Report
VIVA – Setidaknya sepertiga dari remaja putri di Indonesia menderita anemia. Cukup tingginya pernikahan usia dini dan nutrisi yang tidak memadai, memicu anemia rentan terjadi. Di beberapa daerah di Indonesia, pernikahan terjadi saat anak baru lulus SMA.
“Itu membuat mereka minim informasi terkait gizi, khususnya zat besi yang cukup untuk tubuhnya," ujar Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, drg. Vitria Dewi, MSi., ditemui dalam temu media Nutrition International di Jakarta, Selasa 16 Juli 2019.
Masalah kurang gizi di kalangan remaja putri di Indonesia sangat signifikan. Anemia atau dikenal juga anemia gizi besi di kalangan remaja putri merupakan tantangan kesehatan masyarakat utama di negara ini. Anemia dapat menghambat remaja putri dalam berkonsentrasi di sekolah dan berpartisipasi dalam kegiatan fisik.
"Asupan gizi kurang, bagaimana mereka bisa konsentrasi di sekolah? Edukasi ini yang perlu diperhatikan pada anak remaja putri," kata Vitria.
Remaja putri yang kekurangan gizi juga memiliki risiko tinggi mengalami putus sekolah dan tidak mampu menjalani kehidupan yang produktif. Pendidikan gizi dan suplementasi tablet tambah darah (TTD) mingguan adalah kunci untuk memerangi anemia dan meningkatkan status kesehatan dan gizi remaja putri, yang mana dapat membantu memutus siklus kekurangan gizi antar generasi.
Vitria menyarankan, zat besi tambahan perlu dikonsumsi oleh remaja putri setiap hari sebanyak 26 mg per hari. Asupannya pun perlu dikonsumsi rutin agar efeknya berdampak baik pada tubuh.
"Asupan benar melalui gizi seimbang sebenarnya sudah cukup. Tapi, anak remaja putri masih di masa perkembangan yang cukup pesat dan anak perempuan perlu zat besi karena ada menstruasi. Pasti ada kebutuhan kembali untuk perbaiki sel-sel tubuh khususnya Hb-nya (hemoglobin)," paparnya. (ldp)