Awas, Malas Gerak Bisa Bikin Pikun
- www.lensaindonesia.com
VIVA – Istilah gaya hidup sedentari sempat mengemuka beberapa tahun belakangan. Gaya hidup ini disebut-sebut sebagai salah satu faktor yang meningkatkan penyakit tidak menular di Indonesia.
Bagi sebagian orang, istilah ini mungkin masih cukup awam. Tapi, sedentari secara sederhana ialah gaya hidup, terutama pada masyarakat urban, yang kurang aktivitas fisik.
Hal ini biasanya dipicu oleh jam kerja yang padat, atau penggunaan teknologi yang semakin memudahkan. Sehingga, banyak orang yang semakin malas untuk bergerak. Padahal gaya hidup sedentari seringkali dikaitkan dengan penyakit seperti diabetes, hipertensi, bahkan penyakit jantung.
Satu hal yang juga tidak banyak diketahui bahwa gaya hidup sedentari ternyata juga berkaitan dengan demensia atau kepikunan yang banyak dialami lansia. Kenapa demikian?
"Ada beberapa studi yang mengaitkan antara kurangnya aktivitas fisik dan penurunan fungsi kognitif secara perlahan, jadi tidak langsung," ungkap Spesialis Penyakit Dalam, Sub Spesialis Geriatri, Rumah Sakit Atma Jaya Pluit, dr. Rensa, SpPD-KGer, FINASIM, saat ditemui di RS Atma Jaya, Pluit, Jakarta Utara, Selasa, 9 Juli 2019.
Rensa menjelaskan, gaya hidup sedentari yang minim akan aktivitas fisik ini berpengaruh pada stimulus otak. Hal ini karena aktivitas yang minim akan membuat stimulus di otak juga rendah.
"Karena paparan terhadap lingkungan kan lebih minim kalau sedentari lifestyle, mereka banyak duduk, banyak diam dan banyak menggunakan gadget, menonton TV, dan sebagainya. Otomatis stimulus terbatas," kata Rensa.
Sehingga, fungsi area tertentu itu tidak terpakai. Akhirnya, mengurangi kemampuan dan fungsi mengenali ruang visual spasial, perubahan ruangan, kemudian fungsi mengingat.
"Nah, semakin tidak digunakan, semakin mudah mengalami kerusakan," kata dia.(nsa)