Kini Glaukoma Implant Bisa Lebih Terjangkau, Berapa Harganya?
- U-Report
VIVA – Kebutaan masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua setelah katarak. Tak hanya itu, jumlah penderita glaukoma juga terus meningkat. Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi pengidap glaukoma pada 2007 mencapai 4,6 persen per 1.000 penduduk.
Sedangkan prevalensi glaukoma menurut Jakarta Urban Eye Health Study tahun 2008 adalah 2,53 persen. Menurut Spesialis Mata dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Dr. dr. Virna Dwi Oktariana, SpM(K), glaukoma merupakan penyakit mata yang ditandai dengan kerusakan saraf mata.
"Penyakit ini memiliki kaitan dengan peningkatan tekanan bola mata. Kerusakannya bersifat permanen dan dapat berakhir pada kebutaan," ungkap Virna saat ditemui di FKUI, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu, 26 Juni 2019.
Di antara berbagai pilihan pengobatan mengatasi penyakit glaukoma, pemasangan alat glaukoma implan merupakan metode terakhir yang dipilih jika berbagai jalan menurunkan tekanan intraokular tidak juga berhasil.
Namun demikian, akses terhadap pengobatan ini masih sangat terbatas, terutama karena harga implan yang mahal. Virna mengungkapkan, harga implan di pasaran saat ini bisa mencapai Rp6,5 juta – Rp7,5 juta.
"Ini yang sering menjadi masalah di masyarakat.“Saya ingin membuat glaukoma implan dengan harga terjangkau bagi masyarakat dan mudah pengerjaannya,” jelas dr. Virna.
Glaukoma Implant by ROHTO, lanjut Virna ini, diindikasikan untuk pasien glaukoma yang tidak merespons terapi medis maksimal atau jika trabekulektomi gagal menurunkan tekanan intraokular. Di Indonesia ada banyak pasien dalam situasi ini, tetapi bagi kebanyakan orang Indonesia, hal ini bukanlah pilihan karena faktor biayanya.
"Makanya saya mencoba membuat dengan harga yang lebih lebih terjangkau, hanya sekitar 30 persen dari harga yang ada di pasaran," kata dia.
Ia mengatakan bahwa implan ini juga dirancang khusus agar mudah digunakan oleh dokter mata pemula sehingga memungkinkan penggunaannya secara luas di berbagai daerah di Indonesia. Dengan demikian penemuan ini dapat membuat angka kebutaan yang diakibatkan oleh glaukoma, khususnya di Indonesia dapat diturunkan seiring berjalannya waktu. (ldp)