Kuatnya Stigma, Penderita Gangguan Jiwa Pergi ke Dokter Hanya 8 Persen
- ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani
VIVA – Pengidap gangguan jiwa masih menjadi salah satu tantangan yang dihadapi di berbagai belahan dunia. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan ada sekitar 350 juta orang di seluruh dunia yang mengalami depresi.
Jumlah itu meningkat kurang lebih 200 persen dari perkiraan sebelumnya. Bahkan, setiap 40 detik sekali terjadi kasus bunuh diri yang berhubungan dengan masalah gangguan jiwa.
Di Indonesia sendiri, menurut Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), dr Eka Viora, SpKJ, terdapat sekitar 15,6 juta penduduk yang mengalami depresi. Atau sekitar 6 persen dari total penduduk Indonesia. Sayangnya, hanya delapan persen yang mencari pengobatan ke profesional.
"Masih kuatnya stigma di masyarakat itu akhirnya membuat mereka tidak mencari pertolongan sehingga malu mencari pertolongan," kata Eka Viora pada Conference Lunbeck Regional Symposium baru-baru ini.
Selain itu, Eka juga menyoroti akses terhadap pusat pelayanan kesehatan yang masih belum memadai untuk menangani pengidap gangguan jiwa. Selain itu, tenaga dokter spesialis kejiwaan sendiri cenderung masih rendah, yakni hanya ada sekitar 1.000 psikiater yang ada di Indonesia dan hampir separuhnya berada di pulau Jawa, khususnya Jakarta.
"Makanya kita mendorong untuk meningkatkan akses itu. Dan mendorong untuk tenaga dokter umum untuk bisa mengenali depresi pada gejala awal, sehingga kemudian bisa dirujuk ke spesialis," ujar Eka.
Padahal, jika akses lebih mudah dan mengurangi stigma di masyarakat hal ini akan mempermudah untuk mengenali gejala gangguan jiwa. Dengan demikian bisa segera ditangani, dan diobati. Sehingga pada akhirnya juga bisa menekan angka bunuh diri. (ren)