1 dari 5 Orang di Indonesia Kehabisan Uang untuk Berobat
- Pixabay
VIVA – Beban ketika mengalami suatu penyakit tertentu tidak hanya berpengaruh pada kesehatan fisik dan juga mental. Namun, hal itu juga berpengaruh terhadap kondisi ekonomi atau keuangan seseorang.
Bahkan, menurut Head of Product Development Prudential Indonesia, Himawan Purnama, 1 dari 5 orang di Indonesia kehabisan uang untuk biaya pengobatan.
"Pastinya karena biaya pengobatan itu cenderung meningkat setiap tahun. Biaya inflasi alat-alat kesehatan juga meningkat. Kemudian juga inovasi-inovasi kesehatan yang lebih baik biasanya datang dengan harga yang juga cukup mahal," ungkap Himawan baru-baru ini.
Ia mengatakan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memiliki rencana keuangan ketika menghadapi penyakit katastropik. Sehingga akhirnya banyak dari mereka yang harus menjual aset pribadinya hingga kehabisan uang.
Sementara itu praktisi kesehatan, dr. Reisa Broto Asmoro menjelaskan, penyakit kritis seperti kanker, gagal ginjal, stroke, thalasemia, dan leukemia, adalah penyakit-penyakit yang membutuhkan biaya yang sangat besar serta meningkat dari tahun ke tahun.
Pasalnya, penderita harus mengikuti sederet proses pengobatan seperti terapi, kemoterapi, obat-obatan atau cuci darah untuk penanganan gagal ginjal.
Hal ini diperkuat oleh data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di mana jumlah pembiayaan penyakit kritis mengalami kenaikan dari 2016 hingga 2018. Pada 2016, total pembiayaan sebesar Rp13,7 triliun dan meningkat menjadi Rp20,4 triliun pada 2018.
“Mengingat biaya perawatan kesehatan makin meningkat, masyarakat harus mulai menaruh perhatian karena dampak keuangan akibat risiko penyakit tersebut dapat memengaruhi rencana keluarga untuk masa depan. Oleh karena itu, penting untuk siap secara finansial dan melindungi diri melalui asuransi kesehatan yang memenuhi kebutuhan," kata dr. Reisa.(nsa)