Gaya Hidup Sedentari Picu Bengkaknya Pembiayaan BPJS
- Pixabay/caio_triana
VIVA – Kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat belakangan semakin meningkat, namun sayangnya hal tersebut tidak diikuti dengan kesadaran untuk menerapkannya dalam keseharian.
Minimnya 'aksi' untuk mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat ternyata juga terkait dengan meningkatnya angka penderita penyakit kardiovaskular, terutama jantung.
Secara garis besar, faktor pemicu meningkatnya risiko penyakit jantung dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu faktor risiko tradisional dan faktor non-tradisional.
Spesialis Jantung dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI), dr. Ario Soeryo Kuncoro, SpJP(K) mengatakan bahwa risiko tradisional dipicu kegiatan seperti merokok, konsumsi makanan tidak sehat, dan gaya hidup. Sedangkan faktor risiko non-tradisional dipicu adanya zat asing yang ada di tubuh dan menjadi pemicu penyakit jantung.
"Di Indonesia, masyarakat sudah mulai paham mengenai penyakit jantung dan risikonya, tetapi yang kurang adalah kesadaran untuk mengaplikasikan upaya untuk gaya hidup sehat agar terhindar dari penyakit kardiovaskular. Jika tidak, meningkatnya penyakit ini menjadi kondisi yang lebih kronis dapat berdampak pada pembiayaan perawatan," ujarnya dalam Forum Diskusi: Philips Lindungi Jantung Anda di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis 11 April 2019.
Sementara itu, Dick Hendrik Bunschoten, Presiden Direktur Philips Indonesia menambahkan bahwa kebiasaan-kebiasaan buruk seperti malas bergerak (gaya hidup sedentari) dan makan berlebih juga menjadi penyebab meningkatnya prevalensi penyakit, hal itu tentu menjadi penyebab membengkaknya pembiayaan BPJS.
“Meskipun melalui BPJS pemerintah menanggung biaya pengobatan, pada akhirnya akan dibutuhkan pendekatan kolaboratif oleh semua pemangku kepentingan, yaitu pemerintah, tenaga kesehatan profesional, asosiasi terkait serta masyarakat umum, untuk mengurangi beban biaya perawatan penyakit kardiovaskular," ujarnya ditemui di acara yang sama.