Kelainan Bibir Sumbing Bisa Hambat Asupan Gizi
- Pixabay/woodypino
VIVA – Kelainan bibir sumbing ialah salah satu kasus yang masih banyak dialami oleh bayi di Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, sendiri memperkirakan bahwa prevalensi kecacatan pada anak usia 24-59 bulan mencapai 0,53 persen dengan 0,08 persen diantaranya adalah anak yang menderita bibir dan langit-langit sumbing.
Sayangnya, masih banyak orang tua yang menyepelekan dan membiarkan hal itu, padahal menurut Direktur RS Mitra Keluarga Cibubur, dr. Dewi Safitri, MARS juga akan berdampak pada pertumbuhan, terutama pada asupan gizi.
"Jika kelainan ini tidak segera tertangani bisa sangat mengganggu, terutama saat berbicara dan menelan (bagi yang mengalami sumbing langit-langit dan rahang ),"ungkap Dewi dalam keterangan tertulis yang diterima VIVA, Rabu 20 Maret 2019.
Ia mengungkapkan, bahwa dalam banyak kasus, banyak pasien yang datang dengan kondisi memakai selang untuk memasukan makanan ke dalam lambungnya. Oleh sebab itu, asupan gizi dari makanan yang masuk menjadi tidak optimal.
Sebab itu, ia menyarankan bagi orang tua untuk segera membawa si kecil ketika mengalami bibir sumbing. Dewi juga menambahkan bahwa pada beberapa waktu lalu pihaknya bekerjasama dengan Smile Train untuk menggelar Bakti Sosial Operasi Sumbing Bibir dan Langit-langit secara Gratis.
Namun demikian, ia mengatakan bahwa ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi jika ingin melakukan operasi bibir sumbing, seperti usia, berat badan, dan skrining secara khusus oleh dokter anak dan penyakit dalam sebelum operasi. Operasi juga bisa dilakukan beberapa kali tergantung tingkat kelainan yang diderita oleh pasien.
“Kelainan bisa dibibir saja, langit-langit atau sampai ke rahang, itu prosesnya memang tidak selalu bisa dikerjakan dalam satu waktu,”ungkap dr. Dewi.
Ia menambahkan bahwa jika pasien ingin operasi dipastikan dalam keadaan yang sehat untuk meminimalisasi risiko dan komplikasi saat dan paska operasi.
"Jadi dengan operasi, harapannya bayi itu menjadi lebih baik, sehingga proses makan, menelan dan bicaranya kembali normal secara bertahap,” kata dr. Dewi.