Operasi Bariatrik Jadi Solusi Efektif Atasi Obesitas
- Pixabay/sasint
VIVA – Tak banyak yang menyadari bahwa obesitas bukan sekadar berat badan yang berlebih atau gemuk, tapi merupakan penyakit yang bisa meningkatkan risiko kematian dini. Sebabnya, obesitas dapat meningkatkan risiko penyakit lain seperti kolesterol tinggi, diabetes melitus, hipertensi, dan gangguan vaskular lainnya.
Obesitas dibedakan berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) yang dibedakan menjadi empat kategori, yaitu berat badan berlebih dengan IMT antara 23-24,9, obesitas tingkat I dengan IMT 25-29,9, obesitas tingkat II dengan IMT 30-37,4, dan obesitas morbid dengan IMT 37,5 atau lebih.
Cara menghitung IMT adalah dengan berat badan dibagi tinggi badan dalam meter dipangkat dua.
Penanganan obesitas dengan IMT yang sudah tinggi tidak lagi sesederhana menjalankan diet. Salah satu tindakan paling efektif adalah dengan melakukan bedah bariatrik.
Menurut Dr. dr. Peter Ian Limas, SpB-KBD, dokter spesialis bedah konsultan bedah digestif RS Pondok Indah, mengurangi asupan energi atau diet hanya berhasil mengurangi 10-15 persen saja berat badan. Bahkan literatur mengatakan hanya tiga persen.
"Kalau IMT sudah lebih dari 40, obesitas hanya bisa diobati dengan pembedahan. Cara ini bisa memperpanjang masa hidup dan menyelesaikan penyakit tambahan," ujar Peter saat media gathering Rumah Sakit Pondok Indah di Hotel Mulia, Jakarta, Kamis 14 Maret 2019.
Peter menambahkan, dari sejumlah pasien yang menjalani bariatrik, diabetes juga ikut berkurang. Dalam 2-3 hari setelah menjalani operasi gula darah menurun walaupun berat badan belum menurun.
Karenanya, operasi bariatrik juga disebut dengan operasi metabolik. Tidak hanya bagi orang dengan IMT di atas 40, seseorang yang memiliki IMT 27,5 namun memiliki diabetes tidak terkontrol juga boleh melakukan operasi bariatrik.
Meski demikian, Peter mengingatkan bahwa bariatrik bukanlah peluru emas yang langsung menyelesaikan semua masalah. Faktor utama keberhasilan bariatrik adalah komitmen dan konsistensi yang kuat dari pasien untuk mengubah gaya hidup seumur hidupnya.
Peter mengatakan, sesudah operasi diet harus diketatkan. Ada algoritme diet yang harus diikuti pasien.
"Misalnya, selama tiga hari hanya minum air putih dan teh. Dia tidak akan lapar sama sekali karena pada operasi bariatrik Sleeve, pusat laparnya ada di bagian lambung yang diangkat," kata Peter.
Setelah itu, selama dua minggu pasien hanya minum susu saja. Setelah cairan, barulah masuk ke makanan padat. Namun, Peter mengatakan, diet ini bisa berbeda pada tiap individu. Ada yang bisa makan nasi, ada yang hanya bisa makan roti, atau tidak bisa makan ayam, tapi bisa makan ikan. Selain itu, tentu ditambah dengan olahraga teratur. (ldp)