Masalah Gizi di Indonesia Timur Semakin Membaik
- Pixabay
VIVA – Masalah gizi di Indonesia terutama di beberapa wilayah di bagian Timur seperti NTT dan Papua Barat, dinilai masih tinggi. Namun, secara nasional, status gizi di Indonesia mengalami perbaikan yang signifikan. Ini salah satunya terbukti, dengan menurunnya prevalensi stunting di NTT sebanyak 9.1 persen, hampir 2 persen pertahun.Â
Perbaikan status gizi nasional juga dapat dilihat berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Pada prevalensi Gizi Kurang (Underweigth) perbaikan itu terjadi berturut-turut dari tahun 2013 sebesar 19,6 persen naik menjadi 17,7 persen 2018. Prevalensi stunting dari 37,2 persen turun menjadi 30,8 persen, dan prevalensi kurus (Wasting) dari 12,1 persen turun menjadi 10,2 persen.Â
Menurut Dirjen Kesehatan Masyarakat Kirana Pritasari, Â intervensi terhadap masalah gizi terutama di wilayah Indonesia bagian Timur sudah ditangani atau diintervensi oleh tenaga gizi di Puskesmas. Hasil Riset Tenaga Kesehatan (Risnakes) tahun 2017, Tenaga Gizi di seluruh Indonesia sudah memenuhi 73,1 persen Puskesmas.
Kirana menjelaskan, untuk 26,1 persen Puskesmas yang belum memiliki Tenaga Gizi utamanya di daerah terpencil dan sangat terpencil, Kementerian Kesehatan memiliki program Nusantara Sehat. Â Bentuk intervensi untuk pemulihan gizi buruk yakni dengan pemberian makanan tambahan. Kementerian Kesehatan sudah mendistribusikan makanan tambahan berupa Biskuit dengan kandungan kaya zat gizi ke seluruh Puskesmas di Indonesia termasuk wilayah Timur.
Selain itu, dilakukan juga kegiatan surveilans gizi yang dimulai dari masyarakat di Posyandu, Puskesmas, dan Dinas Kesehatan. Pengumpulan data individu yang teratur akan bisa mendeteksi secara dini masalah gizi yang dihadapi, sehingga analisis dan intervensi yang dilakukan akan tepat sasaran dan tepat waktu.
Upaya lain dalam pencegahan masalah gizi adalah dengan perubahan perilaku masyarakat. Komitmen pemerintah baik pusat maupun daerah sudah tertuang dalam regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah.
Di wilayah Indonesia Timur sudah ada 10 Kabupaten yang menerbitkan regulasi Komunikasi Perubahan Perilaku dalam rangka pencegahan stunting dan masalah gizi lainnya.(ldp)
Â