Ini Alasan Sebaiknya Tak Andalkan Semut Jepang Sebagai Obat
- youtube
VIVA – Biasanya kehadiran serangga dianggap sebagai hama dan perusak. Padahal beberapa jenis serangga disinyalir mampu memberikan segudang manfaat.
Beberapa penelitian menyebut bahwa serangga kaya akan kandungan gizi seperti vitamin, mineral hingga protein. Karenanya di beberapa negara serangga dikonsumsi sebagai kudapan. Diperkirakan 2 miliar orang di seluruh dunia mengonsumsi serangga.
Selain dikonsumsi, beberapa jenis serangga diyakini membawa manfaat bagi kesehatan. Salah satunya semut Jepang. Serangga jenis Tenebrio molitor ini secara fisik mirip dengan kumbang atau kecoa tapi berukuran kecil seperti kutu. Di beberapa negara semut Jepang ini diyakini dapat mengatasi beberapa penyakit serius seperti Diabetes, kolesterol, jantung, osteoporosis hingga masalah kejantanan. Benarkah demikian?
Pakar Farmakologi dr Lonah SpFK mengatakan bahwa khasiat semut Jepang sebagai obat masih diragukan bahkan sebagian isu yang beredar hal itu adalah mitos. Namun ia memastikan bahwa semut Jepang memiliki kandungan nutrisi yang baik.
"Ada penelitian yang menyebutkan bahwa kandungan nutrisi semut Jepang sangat baik. Selain protein tinggi semut Jepang juga tinggi zat besi, kalsium, magnesium, hingga antioksidan," ujarnya dalam tayangan AYO HIDUP SEHAT di tvOne Selasa 22 Januari 2019.
Lebih lanjut ia juga menganjurkan, meskipun tinggi kadar gizi namun sebaiknya tidak mengonsumsi semut Jepang ini sebagai pengganti obat.
"Harus ada pengamatan jangka panjang jika semut Jepang dijadikan obat. Harus bisa dipastikan juga manfaat dan kegunaannya. Lalu juga dipahami kontra indikasi bagi wanita hamil, lansia, atau pasien dengan kerusakan organ seperti ginjal. Lebih baik konsultasikan dulu dengan dokter."
Tak hanya itu, Lonah pun berujar, menghindari konsumsi semut Jepang sebagai obat juga terkait efek samping. Karena penelitannya masih terbatas pada hewan coba, ada dugaan semut Jepang mengandung bakteri.
“Di Korea ada dugaan seperti itu, meskipun hasil penelitiannya pada hewan coba membuktikan tak ada parasit, namun belum ada uji klinisnya. Selain itu semut yang digunakan kan dari Korea, pasti berbeda dengan semut yang di ternak di sini,” ujarnya. (ldp)