2018, BPOM Berhasil Menindak 161 Miliar Obat dan Makanan Ilegal
- VIVA/ Adinda Permatasari
VIVA – Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan memperkuat keberadaan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM) sebagai lembaga yang melakukan penindakan dan penegakan hukum dalam bidang obat dan makanan.
Untuk itu, pada tahun 2018 BPOM melakukan penguatan kelembagaan yang ditandai dengan pembentukan Deputi Bidang Penindakan, Inspektorat Utama, serta kantor POM di 40 kabupaten atau kota. Hasil pengawasan pun terbukti signifikan. Selama empat tahun terakhir, BPOM berhasil melakukan penindakan terhadap peredaran obat dan makanan ilegal mencapai Rp161,48 miliar, dengan jumlah perkara kejahatan sebanyak 1.103 perkara, di mana 602 perkara sudah diselesaikan (51,35 persen).
Atas kinerja tersebut, BPOM memperoleh penghargaan dari Kepolisian RI atas peran aktifnya melaksanakan penegakan hukum serta bersinergi dengan Penyidik Polri. Selain semakin kuat dalam penegakan hukum, BPOM juga terus mengupayakan peningkatan daya saing produk obat dan makanan. BPOM gencar melakukan reformasi birokrasi melalui debirokratisasi layanan publik, penguatan pelayanan publik, deregulasi dan penyusunan regulasi baru.
Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan, BPOM sepanjang 2018 aktif mendorong dan mendukung perkembangan industri obat dan makanan, khususnya di bidang farmasi sesuai dengan Inpres No 6 Tahun 2016.
"Kami fokus pada bahan baku obat baik kimia maupun biologi, serta bioteknologi obat, bahan alam, dan vaksin," ujar Penny saat memberikan paparan Refleksi Kinerja BPOM 2018 dan Proyeksi 2019 di Wisma Antara, Jakarta, Selasa 15 Januari 2019.
BPOM juga melakukan pengembangan UMKM berdaya saing, antara lain melalui program Bapak Angkat UMKM Jamu dan program Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) berjenjang. Selain itu, BPOM memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan pengawasan obat dan makanan, antara lain melalui penerapan 2D Barcode dan aplikasi SMART BPOM.
BPOM juga memberikan kemudahan berusaha dengan penyederhanaan prosedur, penurunan biaya layanan untuk UMKM, dan percepatan perizinan. Terbukti empat tahun terakhir jumlah produk teregistrasi meningkat mencapai 12.290 untuk obat, 8.880 untuk obat tradisional, 153.521 untuk kosmetik, 3.573 untuk suplemen kesehatan, serta 111.042 untuk pangan olahan.
Untuk peningkatan efektivitas pengawasan obat dan makanan, BPOM melakukan penguatan kerja sama dalam negeri melalui penandatanganan MoU antara BPOM dengan kementerian atau lembaga, pemerintah daerah, perguruan tinggi, asosiasi, Pramuka, organisasi masyarakat, dan swasta. Saat ini, BPOM memiliki 170 MoU dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan lintas sektor di dalam negeri di mana sebanyak 74 MoU/PKS ditandatangani tahun 2018. (rna)