Angka Penyakit Tidak Menular di Indonesia Naik, Ini Penyebabnya
- Pexels
VIVA – Kementerian Kesehatan RI telah merilis Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas tahun 2018. Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek menjelaskan bahwa dari riset tersebut diketahui angka Penyakit Tidak Menular atau PTM di Indonesia meningkat.
Hal tersebut diungkapkannya dalam rangkaian puncak Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-54. Nila juga mengungkapkan bahwa penyebab kenaikan angka PTM di Indonesia, lantaran masyarakat masih banyak yang belum berubah dan meninggalkan kebiasaan dan gaya hidup yang tidak sehat.
"Setelah Riskesdas 2018 (dirilis), kita melihat data bahwa PTM meningkat. Ini perilaku masyarakat merupakan yang utama. Kita sendiri menyadari kita mau hidup sehat," ujar dia di Parkir Timur Senayan, Jakarta Pusat, Minggu 18 November 2018.
Dia menjelaskan lebih rinci bahwa angka hipertensi di Indonesia mengalami peningkatan dari 24,5 persen naik menjadi 34,8 persen. Selain itu, penderita diabetes di Indonesia juga mengalami kenaikan dari enam persen menjadi delapan persen lebih.
"Ini sumber penyakit. Kalau begini, kita menderita penyakit hipertensi bisa, jantung. Kalau diabetes bisa gagal ginjal, jantung, dan sebagainya dan tentu biaya kesehatan akan tinggi," kata dia.
Dia melanjutkan, meskipun pihaknya telah mendorong agar masyarakat melakukan tindakan preventif, namun, jika masyarakatnya sendiri tidak berubah, hal tersebut akan menjadi sia-sia
"Tapi utama, apakah Kemenkes? Tidak, tapi diri kita sendiri. Kalau enggak berubah, ya enggak berubah," ucapnya.
Namun di sisi lain, kata dia dari data Riskesdas tersebut diketahui angka stunting di Indonesia di 2018 mengalami penurunan. Tercatat di 2013, sebesar 37,2 persen atau empat dari 10 anak yang mengalami stunting. Namun, di tahun ini menjadi 30,8 persen atau tiga dari 10 anak mengalami stunting.
"Ini hal positif. Korelasi dengan anak remaja mau minum tablet tambah darah untuk jaga kesehatan meningkat dan akses pelayanan kesehatan sudah meningkat. Karena itu, angka stunting sudah menurun, tapi belum dihendaki WHO (World Health Organization) yakni 20 persen," ujarnya.