Bahaya Kebal Antibiotik Bisa Bikin Cacat hingga Kematian
VIVA – Resistensi antibiotik atau kekebalan bakteri terhadap antibiotik kini tengah menjadi permasalahan dunia. Karena itu, setiap negara kini memiliki tanggung jawab untuk mengingatkan warganya akan bahaya resistensi antibiotik.
Resistensi antibiotik disebabkan oleh bakteri yang tidak lagi dapat dimatikan dengan antibiotik. Hal ini bisa mengancam kemampuan tubuh dalam melawan penyakit infeksi. Akibatnya bisa sampai menimbulkan kecacatan, bahkan kematian.
Jika jumlah bakteri resisten atau kebal antibiotik semakin banyak, ragam prosedur medis seperti transplantasi organ, pengobatan diabetes, dan operasi besar menjadi sangat berisiko. Efeknya, pasien harus menjalani perawatan yang lebih lama dan mahal.
Saat ini, resistensi antibiotik bertanggung jawab atas 700 ribu kematian di seluruh dunia. Para ahli kesehatan, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO setuju bahwa jika tidak ada tindakan yang diambil, resistensi antibiotik diperkirakan akan mengakibatkan sekitar 10 juta kematian secara global setiap tahun pada 2050.
Untuk itu, penting agar mengimplementasikan upaya penatalaksanaan antibiotik. Pengendalian resistensi antibiotik diatur dalam Permenkes No 8 Tahun 2015. Aturan ini menyatakan bahwa setiap rumah sakit diwajibkan memiliki tim Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) dan menerapkan program pengendalian antibiotik di rumah sakit masing-masing.
"Tantangannya sekarang adalah bagaimana semua komunitas kesehatan, terutama manajemen rumah sakit, agar secara konsisten mengimplementasikan aturan ini di lapangan," ujar staf pengajar FKUI dan Sekretaris Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) dr. Anis Karuniawati, PhD, SpMK(K) saat konferensi pers di Rumah Sakit Universitas Indonesia, Depok, Kamis 15 November 2018.
Konsultan Penyakit Tropik Infeksi RSCM dan Pengurus Pusat Perhimpunan Peneliti Penyakit Tropik dan Infeksi dr. Erni Juwita Nelwan, PhD, SpPD-KPTI menambahkan, agar PPRA bisa dilaksanakan oleh rumah sakit secara baik, diperlukan stewardship atau komitmen bersama, meliputi tenaga medis dan nonmedis, juga infrastruktur rumah sakit.
"Hal tersebut dilakukan melalui kebijakan pimpinan rumah sakit yang mendukung penggunaan antiobiotik secara bijak, pelaksanaan pengendalian infeksi secara optimal, pelayanan mikrobiologi klinis, dan pelayanan farmasi klinis secara profesional," ujar Erni.