Deteksi Dini Bisa Turunkan 61 Persen Biaya Pegobatan Kanker
- Pixabay/pexels
VIVA – Biaya hingga puluhan juta rupiah digelontorkan oleh pemerintah untuk menangani pengobatan penyakit tidak menular. Kanker menjadi salah satu penyakit tidak menular yang menyumbangkan biaya pengobatan di Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) hingga Rp6 Triliun.
Saat ini paradigma kesehatan dari JKN masih berkisar kuratif atau mengobati. Hal tersebut yang membuat biaya pengobatan di JKN kian membengkak.
"Paradigma kesehatan kini mulai berubah ke arah preventif atau mencegah. Karena dengan skrining dan deteksi dini, bisa menurunkan hingga 61 persen anggaran dari total pembiayaan untuk kanker," ujar Ketua Asosiasi Rumah Sakit Vertikal Indonesia (ARVI), Prof. dr. H. Abdul Kadir, PhD., Sp.THT-KL(K), MARS, di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Kamis 8 November 2018.
Dikatakan Prof Kadir, untuk mengubah paradigma tersebut, pentingnya skrining dan deteksi dini sudah harus ada dalam sebuah undang-undang. Dengan begitu, masyarakat akan terdorong untuk melakukan hal tersebut.
"Karena ada aturan jadi masyarakat merasa wajib. Seperti wajib pap smear pada wanita usia 30 tahun untuk periksa kanker serviks atau foto rontgen pada pria usia 30 tahun untuk cegah kanker paru. Melakukan hal tersebut maka pemerintah akan mengeluarkan biaya yang jauh lebih murah," terangnya.
Dengan begitu, masyarakat bisa mendeteksi kelainan pada tubuhnya. Terlebih pada kebanyakan jenis kanker, jika ditemukan pada stadium awal, biaya pengobatan akan lebih murah serta angka harapan hidup akan semakin besar.
"Kenyataan hampir 70 persen pasien kanker di RS Dharmais datang dengan kondisi sudah stadium 3 dan 4. Di mana biasanya berakhir dengan pengobatan paliatif atau kematian."