Waspada, Sederet Wabah Virus Berbahaya Intai Indonesia
- Pixabay/jesicajaew
VIVA – Perubahan iklim dan peningkatan resistensi anti-mikroba telah mendorong peningkatan munculnya new-emerging diseases dan re-emerging diseases yang berpotensi pandemik dengan karakteristik risiko kematian yang tinggi dan penyebaran yang sangat cepat.
Globalisasi mengakibatkan peningkatan mobilitas manusia dan hewan lintas negara serta perubahan gaya hidup. Hal itu berkontribusi mempercepat proses penyebaran wabah menjadi ancaman keamanan kesehatan global.
Dikutip dari siaran pers Kemenkes RI, Selasa 6 November 2018, sejak outbreak wabah Severe Acute Respiratory Sindrome (SARS) di kawasan Asia pada tahun 2003, ancaman keamanan kesehatan global terus menunjukkan kecenderungan peningkatan. Antara lain terjadinya outbreak flu burung atau avian influenza (H5N1) tahun 2004, flu babi atau swine influenza (H1N1) tahun 2009 (dideklarasikan WHO sebagai pandemi pertama kalinya di abad ke-21), Middle East Respiratory Syndrome-Corona Virus (MERS-CoV) tahun 2012-2013, Ebola tahun 2014, dan Zika tahun 2015.
Akibatkan kerugian di banyak sektor
Peningkatan ancaman keamanan kesehatan global tersebut menjadi ancaman serius bagi sistem kesehatan nasional dan mengakibatkan kerusakan besar bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
Data Bank Dunia menunjukkan bahwa outbreak wabah Ebola di Guinea, Liberia dan Sierra Leone pada tahun 2014 mengakibatkan pertumbuhan negatif perekonomian ketiga negara tersebut lebih dari setengah pertumbuhan ekonomi sebelum outbreak.
Kerugian ekonomi akibat outbreak di kawasan Afrika secara keseluruhan mencapai USD 30 milyar. Indonesia pun pernah mengalaminya saat menghadapi outbreak flu burung yang menanggung beban ekonomi sampai Rp 4 Trilyun pada 2004 – 2006, serta penurunan perdagangan dan pariwisata. Keamanan kesehatan global mengakibatkan dampak kerusakan pada pembangunan ekonomi dan stabilitas negara serta perdagangan barang dan jasa, pariwisata, dan stabilitas demografi.
Organisasi internasional turun tangan
Menyikapi hal tersebut, organisasi-organisasi internasional, seperti WHO (Badan Kesehatan Dunia), FAO (Badan Pangan Dunia), dan OIE (Organisasi Kesehatan Hewan Dunia) telah mengembangkan sejumlah aturan, pedoman dan kerangka sebagai acuan dalam upaya peningkatan kapasitas dimaksud.
WHO memiliki International Health Regulations (IHR) yang disahkan pada tahun 2005 menggantikan IHR (1969) dengan memperluas cakupan keamanan kesehatan global terhadap wabah dari semua penyakit. IHR (2005) yang mulai berlaku efektif pada 15 Juni 2007 merupakan instrumen internasional yang mengikat kewajiban negara-negara untuk mencegah, melindungi, dan mengendalikan penyebaran wabah secara internasional sesuai dengan dan terbatas pada faktor risiko yang dapat mengganggu kesehatan, dengan sesedikit mungkin menimbulkan hambatan pada lalu lintas dan perdagangan internasional. Indonesia menjadi negara Pihak IHR (2005) sejak tahun 2007.
Outbreak wabah Ebola pada tahun 2014 telah menyadarkan kembali dunia mengenai kebutuhan untuk memperkuat sistem kesehatan nasional masing-masing negara melalui implementasi penuh IHR (2005). Berbagai literatur menyimpulkan bahwa outbreak wabah Ebola tidak akan terjadi atau dapat diminimalisir dampaknya apabila di negara-negara yang terpapar yaitu Guinea, Liberia dan Sierra Leone memiliki sistem kesehatan nasional yang kuat dengan membangun kapasitas sesuai IHR (2005).
Sebagai respons terhadap hal tersebut, Global Health Security Agenda (GHSA) muncul sebagai forum kerja sama antar negara yang bersifat terbuka dan sukarela, dengan tujuan untuk memperkuat kapasitas nasional dalam penanganan ancaman penyakit menular dan kesehatan global. Diluncurkan pada Februari 2014 dengan 29 negara anggota sebagai inisiatif 5 tahun, saat ini GHSA telah beranggotakan 65 negara termasuk Indonesia dan didukung oleh badan-badan PBB seperti WHO, FAO, OIE, Bank Dunia, serta organisasi non pemerintah dan sektor swasta.