Peneliti Temukan Kandungan Mikroplastik di Kotoran Manusia
- Pixabay/techmania
VIVA – Beberapa waktu belakangan isu mikroplastik ramai dibicarakan di Indonesia. Sebuah penelitian bahkan juga sempat menyebut bahwa garam mengandung mikroplastik.
Semakin berkembang kini partikel tersebut sudah ditemukan di dalam feses manusia. Studi yang dilakukan di Eropa, Rusia dan Jepang itu pertama kali dipresentasikan di pertemuan Gastroenterologi Eropa di Wina.
Penemuan partikel mikroplastik dalam kotoran manusia ini tentu mengkhawatirkan, karena itu menandai adanya prevalensi plastik dalam rantai makanan.
Dari 10 varietas mikroplastik yang diuji, terdapat sembilan jenis plastik berbeda yang ditemukan dalam feses manusia. Dari 9 yang ditemukan, jenis polypropylene, polyethylene, dan terephthalate adalah yang paling umum ditemukan.
Berdasarkan temuan tersebut para peneliti melihat bahwa potongan kecil plastik dapat tersebar luas dalam sistem pencernaan manusia.
“Penemuan ini menegaskan apa yang telah lama kami curigai, bahwa plastik pada akhirnya mencapai usus manusia. Yang menjadi perhatian kami adalah pasien dengan penyakit gastrointestinal,” kata Philipp Schwabl, peneliti dari Universitas Kedokteran Wina, dilansir laman Time.
Mendukung penelitian tersebut, sebuah studi yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Austria, juga memiliki hipotesis bahwa lebih dari 50 persen populasi dunia mungkin memiliki mikroplastik dalam kotoran mereka.
Namun soal ukuran detail mikroplastik yang ditemukan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut sehingga para peneliti itu belum dapat menarik kesimpulan atas dampaknya bagi kesehatan seseorang.
Mikroplastik adalah potongan super kecil dari plastik yang berukuran kurang dari 5 milimeter. Potongan plastik ini berasal dari kemasan, atau terbawa saat proses produksi makanan.
Mikroplastik juga ditemukan di lautan akibat sampah konsumsi yang terbawa arus, sehingga berdampak pada biota laut.
Satu penelitian awal tahun ini menemukan bahwa ikan di Hong Kong yang terkontaminasi mikroplastik mengalami mutasi gen, dan kerusakan hormon. Namun lebih jauh belum ada penelitian sahih yang menyebut dampak buruknya pada manusia.(tp)