Luka Dibiarkan Terbuka Bisa Cepat Sembuh, Mitos atau Fakta?
- pixabay/saulhm
VIVA – Hampir semua orang pasti pernah mengalami kecelakaan kecil, seperti terjatuh kemudian menimbulkan luka. Memang, luka yang ditimbulkan tidak terlalu serius. Tetapi, jika penanganannya tidak tepat bisa berakibat fatal.
Banyak yang beranggapan, bila luka kecil atau lecet sebaiknya tidak perlu diplester atau ditutup. Tujuannya, agar luka cepat kering dan sembuh. Benarkah demikian?
Menurut dokter spesialis luka tersertifikasi pertama di Indonesia, dr. Adisaputra Ramadhinara, anggapan itu merupakan mitos yang sering sekali terdengar di masyarakat, bahkan di kalangan medis juga masih ada yang beranggapan demikian.
Padahal, sebetulnya sejak 1962 sudah ada penelitian oleh seseorang bernama George Winter. Ia mencoba membandingkan kecepatan proses penyembuhan antara luka yang dibuka dan ditutup.
"Pada hewan uji coba, ditemukan kalau luka yang ditutup jauh lebih cepat sembuh," ujar Adi, saat ditemui di sebuah acara belum lama ini. Di tahun berikutnya, pada 1963, dilakukan percobaan lain yang dilakukan pada manusia.
Hasilnya sama, bahwa luka yang ditutup proses penyembuhannya lebih cepat. Inilah yang kemudian menjadi cikal bakal terciptanya produk penutup luka dengan beragam macam yang ada di pasar.
"Jadi, memang benar akan lebih optimal dan luka sembuh dengan cepat bila kondisinya lembab, tidak boleh kering dan tidak boleh basah," tutur Adi.
Ia mengingatkan, jika luka dibiarkan terbuka maka secara otomatis akan memberi peluang bakteri masuk ke luka dan mengkontaminasi luka. Karenanya, luka harus ditutup supaya kelembabannya terjaga dan tidak terjadi kontaminasi dari luar yang bisa mengganggu proses penyembuhan.
Idealnya, plester penutup luka bisa diganti secara rutin setiap dua hari sekali. Kecuali bila basah terkena air harus diganti sesering mungkin.
Jika luka dalam waktu 2-5 hari tidak juga menunjukkan perbaikan, disarankan untuk berkonsultasi ke dokter. Apalagi, jika luka menunjukkan kemerahan. (asp)