MUI Sumbar: Petugas Jangan Paksa Warga Imunisasi MR
- ANTARA FOTO/Rosa Panggabean
VIVA – Walau hingga kini masih ada silang pendapat di tengah masyarakat, namun Wakil Gubernur Sumatera Barat, Nasrul Abit menegaskan bahwa imunisasi untuk mencegah Measless Rubella (MR) akan tetap dilanjutkan.
Untuk itu, ia berharap masyarakat dapat memahami persoalan ini dengan seksama, terlebih lagi sudah ada rekomendasi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang memperbolehkan vaksin MR itu dilakukan.
“Kami harap masyarakat dapat memahami. Apalagi sudah ada rekomendasi dari MUI, apabila ini terkait dengan pengobatan boleh dilakukan. Kita juga sudah menerima surat terkait vaksin campak dan rubella ini,” kata Nasrul Abit di Sumatera Barat, Selasa, 4 September 2018.
“Kalau ada masyarakat yang tidak mau, tentu tidak dapat dipaksakan namun pelaksanaannya tetap dilakukan di seluruh daerah,” ucapnya menambahkan.
Nasrul Abit mengklaim, hingga saat ini imunisasi atau pemberian vaksin MR tersebut sudah mencapai 81,4 persen dari target nasional secara keseluruhan yakni 92 persen.
Selain itu, Nasrul juga memastikan jika tidak ada lagi daerah di Sumatera yang tidak tersentuh oleh akses layanan kesehatan, termasuk soal vaksin ini.
Dilakukan sukarela
Terpisah, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat, Gusrizal Gazahar meminta agar pelaksanaan imunisasi MR oleh Dinas kesehatan di Sumatera Barat, dilakukan secara sukarela. Terlebih lagi khusus bagi masyarakat muslim.
"Petugas kesehatan yang melakukan imunisasi vaksin MR jangan melakukan pemaksaan, dan harus disertai dengan surat persetujuan orangtua anak yang akan diimunisasi," katanya.
Terkait dengan vaksin MR ini lanjut Gusrizal, MUI Sumatera Barat sebelumnya sudah mengeluarkan fatwa yang berisi dua poin penting terkait dengan penggunaan vaksin MR ini.
Poin pertama katanya, MUI Sumbar meminta agar pihak-pihak terkait, khususnya yang melakukan imusisasi vaksin MR, agar secara utuh menyampaikan fatwa dari MUI bahwa unsur hukum dari vaksin MR itu haram, namun dibolehkan karena alasan sebab kedaruratan.
Dan poin kedua, ada kata ‘dibolehkan’, dan kata ‘boleh’ itu tidak bisa ditafsirkan lain-lain. Boleh itu adalah pilihan. Sama dengan mau makan. Kalau ada selera, boleh dimakan, kalau tidak ada selera ya tidak dimakan.
"Dalam mensosialisasikan fatwa itu, petugas di lapangan harus menyampaikan secara utuh dan tidak boleh dipotong. Jangan hanya bilang sudah diperbolehkan MUI, karena ada fatwa lainnya juga. Jadi, jangan sampai dibuang fatwa lainnya itu,” ucapnya.
“Tapi kalau sudah harus itu ya wajib. Makanya MUI Sumbar meminta agar petugas di lapangan tidak main paksa. Minta kesediaan orangtua yang bertanggung jawab terhadap anaknya. Kalau mereka setuju kasih vaksin, kalau tidak, itu hak orangtua yang bertanggung jawab terhadap anaknya lahir dan batin."