Terkait Iklan Susu Kental Manis, Pemerintah Godok Aturan Baru
- Pixabay/ TheUjulala
VIVA – Polemik mengenai Susu Kental Manis (SKM) tengah jadi sorotan publik. SKM dinilai hanya sebagai produk mengandung susu dan hanya boleh dikonsumsi sebagai pelengkap.
Mengenai hal ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengakui bahwa SKM lebih banyak mengandung gula dan kurang baik jika dikonsumsi oleh bayi dan anak. Namun, visualisasi iklan yang dipromosikan produsen pada publik, membuat masyarakat berpikir bahwa kandungan susu di dalamnya sama dengan jenis susu formula lainnya.
Ditegaskan Kepala Badan POM, Penny Lukito, pelanggaran oleh produsen SKM dalam membentuk iklan dan label bahwa SKM bisa diminum seperti susu formula lainnya, membuat pemerintah membuatkan peraturan terbaru khusus detail tersebut. Ini diberlakukan untuk melindungi masyarakat dari salah persepsi dan informasi.
"RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) Iklan dan Label pangan sedang berproses oleh pemerintah dikaitkan dengan aturan yang lebih detail. RPP ini sudah tahap akhir, tinggal meminta paraf dari para menteri untuk segera diundangkan (dijadikan peraturan tetap) oleh pemerintah," terang Penny dalam Konferensi Pers, di Gedung BPOM, Percetakan Negara, Jakarta, Senin 9 Juli 2018.
Badan POM juga berencana membentuk cara lebih mudah dalam membaca label oleh para konsumen. Penny menjelaskan tehnik Traffic Light bakal dikenakan untuk mempermudah pembacaan label.
"Perlengkapan dalam label harus user friendly dengan mudahnya membaca GGL (Gula Garam Lemak). Teknik Traffic light yaitu dengan warna hijau artinya tidak menggunakan gula tinggi, merah mengandung gula tinggi, dan kuning artinya hati-hati gula tinggi," terangnya.
Meski tidak berbahaya, SKM memang memiliki kandungan gula yang bila dikonsumsi terlalu berlebihan, berbahaya untuk masyarakat. Apalagi, kandungan gula tersebut ditujukan sebagai bahan pengawet.
"Dalam SKM, kandungan lemak susu harus tidak kurang dari 8 persen, protein tidak kurang dari 6,5 persen, dan gula ditujukan untuk pengawetan. Jadi, kalau produsen main-main memasukkan gula atau pemanis lain, gula harus tetap jadi pengawet," ujar Direktur Pengawasan Pangan Risiko Tinggi dan Teknologi Tinggi BPOM RI Tetty Sihombing.