Tetangga Berisik Tingkatkan Risiko Gangguan Mental
- Pexels
VIVA – Sangat menggangu jika punya tetangga yang sangat berisik. Apalagi padatnya penduduk yang tinggal diperkotaan membuat rumah Anda dan tetangga seakan tak berjarak.
Bising yang diciptakan mungkin beragam, tak hanya suara musik yang disetel terlalu keras, suara kendaraan yang 'digerung' tanpa ampun, tetangga yang sedang renovasi rumah, atau mungkin saat mereka punya bayi yang menangis setiap malam. Membayangkannya saja cukup melelahkan.
Bukannya tak sayang tetangga, tapi tahukah Anda bahwa memiliki tetangga yang berisik ternyata bisa meningkatkan risiko penyakit mental. Wow, benarkah seserius itu? Berikut ini ulasannya.
Sebuah studi menemukan bahwa tinggal di sebelah tetangga yang berisik bisa meningkatkan risiko penyakit mental dan stres parah hingga 3 kali lipat.Â
Temuan ini muncul setelah pertikaian figur rocker legendaris Jimmy Page dan tetangganya seorang bintang pop Robbie Williams. Pertengkaran tersebut dipicu oleh kebisingan rumah Robbie yang membangun kolam renang di basement rumahnya di London.
Dilansir dari laman Daily Mail, Sebetulnya rumah Page dan Robbie tidak saling menempel satu sama lain, namun Page khawatir getaran yang disebabkan galian kolam renang Robbie bisa merusak interior bergaya Victoria di dalam rumahnya di jalan Kenshington.
Riset tersebut mengatakan pertengkaran serupa bisa memicu masalah kesehatan mental yang serius bagi ratusan orang.
University of Southern Denmark, di Copenhagen, menghabiskan tiga tahun untuk mempelajari lebih dari 7.000 warga, sebagian besar tinggal di apartemen tinggi, kemudian menanyakan tingkat kebisingan dan status kesehatan mental mereka.
Warga yang mengatakan memiliki tetangga yang berisik memiliki risiko 2,5 kali lebih tinggi mengalami depresi dan kecemasan, dan jampir tiga kali berpeluang memiliki skor yang tinggi dalam tingkat stresnya.
Pesta tengah malam dan musik yang keras dikatakan sebagai pengganggu telingan yang paling umum. Tapi, kebisingan dari pekerjaan bangunan juga menjadi katalisator besar.
Polling tersebut juga menemukan bahwa 40 persen warga mengalami stres akibat pertengkaran dan 1 di antara 10 pertikaian berakhir dengan kekerasan. Dalam laporan hasil riset tersebut, yang dipublikasikan di European Journal of Public Health, para peneliti mengatakan, "Paparan suara merupakan faktor risiko berbagai dampak kesehatan yang merusak."
"Ada hubungan yang kuat antara gangguan suara dan kesehatan mental yang buruk, dan stres yang tinggi," lanjut laporan tersebut.
Sebuah studi tahun 2016 mengungkapkan, 2/3 pemilik rumah di Inggris merasa kehidupan mereka dirusak oleh tetangga. Dan studi lainnya mengatakan, tetangga yang berisiko bisa meningkatkan risiko penyakit jantung.
"Ketegangan yang terus menumpuk karena tetangga bisa memicu kecemasan dan depresi. Cara terbaik untuk mengatasinya adalah dengan mencoba mengambil kendali, yakni mengatakan ketidaknyamanan Anda kepada tetangga," ujar Cary Cooper, seorang profesor psikologi di Manchester Business School.
Â