Tia, Pasien Paliatif yang Idap Kanker Sejak Usia 7 Tahun
- Dok, Rachel House
VIVA – Kata 'kanker' mungkin tak asing bagi kita, namun tidak bagi bagi Tia (15). Usianya kala itu baru menginjak 7 tahun ketika pertama kali ia mendengar kata 'kanker'.
Bukan hanya tidak memahami arti kata tersebut, Tia juga belum paham tentang dampaknya yang mengerikan seperti pengobatan yang menyiksa, kelumpuhan yang berakhir amputasi.
Tia hanyalah salah satu dari sekian banyak kisah yang kita dengar tentang keluarga miskin yang terpaksa memilih untuk menahan perut lapar demi bisa memberikan anak-anaknya pengobatan yang layak.
Namun terlepas dari nasib malang yang menimpanya, Tia tetap bersikap positif, hangat, dan bahagia. Keberanian dan kekuatan Tia menghadapi hidupnya sangat menginspirasi.
Mengenal Rachel House
Seorang perawat Rachel House bernama Dadan pertama kali bertemu Tia beberapa bulan lalu. Dadan cukup terkejut dengan kondisi Tia yang mengalami lumpuh dari pinggang hingga ke ujung kaki. Tak hanya itu, Tia juga memiliki luka terbuka yang cukup dalam, dan hanya terbungkus dengan kain bekas. Meski demikian, Dadan dibuat terenyuh dengan sikap Tia yang jauh dari murung.
Tia menggambarkan cobaan yang telah dilaluinya dengan senyuman dan keceriaan. Ketika ditanya bagaimana ia bisa mengatasi emosinya, ia hanya mengangkat bahu dan tertawa.
Satu-satunya raut 'sedih' yang ditampakkan Tia, hanya saat Tia bercerita bahwa teman-temannya berhenti mengunjunginya karena 'ngeri' melihat luka di kakinya, terlebih bau menyengat tercium dari luka yang terbuka.
Riwayat medis yang tragis
Ketika pertama kali didiagnosis mengidap kanker pada tahun 2010, Tia menjalani operasi untuk memindahkan bobot pada tulang belakangnya, dan diikuti dengan radioterapi. Namun malangnya, pihak keluarga kehabisan dana untuk membayar biaya transportasi dan pengobatan.
Tia hanya memiliki ibu yang menjadi satu-satunya tulang punggung bagi seluruh keluarga yang terdiri dari 5 anggota keluarga. Penghasilannya juga jauh dari cukup, dalam sehari ia hanya bisa menghasilkan kurang lebih Rp150 ribu perhari dari hasil berjualan gorengan.
Ironisnya, riwayat penyakit Tia didapat dari gen keluarga. Ayah Tia juga meninggal dunia karena kanker beberapa tahun silam. Kakaknya yang berusia 21 tahun juga telah terdiagnosis kanker. Sama seperti Tia, kakaknya pun tidak mendapat pengobatan.
Tahun lalu, Tia dirawat di rumah sakit dekat rumahnya dengan diagnosis infeksi lain. Sayangnya catatan medis Tia hilang karena banjir. Tanpa riwayat dan catatan medis dari rumah sakit sebelumnya, akhirnya dokter dan para ahli Onkologi mencoba meraba dan memahami perawatan yang telah dieksplorasi sebelumnya, serta alasan di balik beberapa prosedur.
Di rumah sakit yang baru, Tia harus menjalani amputasi untuk mencegah kemungkinan infeksi dari luka yang terbuka. Tia setuju, dan ia diberi epidural sehingga membuatnya tetap terjaga selama operasi dan melihat kakinya di gergaji di depan matanya. Ia bercerita bagaimana dirinya masih mengingat suara, pemandangan, hingga bau saat kakinya dipotong. Ia menceritakan semua itu dengan tabah, sambil tersenyum.
Uluran tangan dari perawat Dadan dan Rachel House
Tia dirujuk ke Rachel House oleh salah satu rumah sakit pemerintah di Jakarta Pusat, untuk membantu mengelola gejala baik fisik maupun emosional. Sejak kunjungan pertama, Dadan telah bekerja dengan penuh dedikasi untuk memulihkan kondisi Tia. Berkali-kali dalam seminggu Dadan mengunjungi rumah Tia untuk memeriksa infeksi, mengobati luka dan memeriksa kesehatan secara menyeluruh baik fisik maupun emosional.
Dadan mengerti bahwa Tia benar-benar memiliki keinginan untuk kembali berbaur dalam lingkungannya daripada hanya mengurung diri di dalam rumah. Karenanya ia dan Rachel House mengirimkan kursi roda untuk Tia.
Dadan juga memastikan Tia dikunjungi spesialis, dan membantunya dalam berkomunikasi dengan dokter untuk memastikan bahwa Tia mendapatkan semua pengobatan yang dibutuhkannya.
Tak hanya itu, Dadan juga memastikan bahwa Ibu dan saudara perempuan Tia juga didukung, kadang-kadang Dadan membantu mereka mengakses perawatan dan dukungan seputar masalah kesehatan.
Kisah Tia bisa menjadi pelajaran bagi kita semua, bagaimana bertahan hidup saat mengalami sakit dan miskin dalam waktu yang bersamaan. Di sisi lain, dedikasi Dadan, sebagai perawat paliatif juga patut diteladani.
Jika Anda ingin bergabung dengan kami dalam perjalanan mendukung anak-anak yang sakit parah seperti Tia dan keluarganya, salurkan bantuan Anda lewat Rachel House.