30 Persen Anak Kelas Menengah Atas Juga Alami Stunting
- ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi
VIVA – Masalah stunting masih menjadi tantangan serius bagi pemerintah Indonesia. Meski angka stunting di Indonesia menurun 10 persen selama kurang lebih lima tahun terakhir, namun hal itu masih belum signifikan bagi kondisi di Indonesia.
Sekitar 50 persen anak Indonesia dari keluarga ekonomi menengah ke bawah mengalami stunting. Tapi bukan hanya anak dari ekonomi kelas menengah ke bawah saja yang mengalami stunting. Sebanyak 30 persen penderita stunting di Indonesia juga berasal dari anak dengan tingkat ekonomi menengah ke atas yang tinggal di perkotaan.
Ini diungkapkan oleh Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Pungkas Bahjuri Ali, Ph.D, saat lokakarya jurnalisme kesehatan dan nutrisi, yang diadakan oleh Aliansi Jurnalis Independen dan Danone di Jakarta, Kamis 3 Mei 2018.
Lantas apa yang menyebabkan hal tersebut?
"Mengapa 30 persen ada di perkotaan itu salah satunya karena pola asuh yang kurang baik, kemudian pola makan yang tidak baik. Telur terus atau mi instan terus juga tidak baik. Kemudian kalau minumnya jus, yang instan itu juga gulanya tinggi, menyebabkan gizi tidak seimbang dan stunting," kata Pungkas.
Ia mengatakan, kesibukan orang tua yang tinggal di perkotaan membuat banyak anak mereka akhirnya dititipkan kepada pengasuh. Pola asuh dan pengetahuan yang minim inilah yang pada akhirnya membuat banyak anak menderita stunting.
"Ini karena pola asuh yang tidak tepat dan ini salah satu sebab orang berpenghasilan tinggi banyak mengalami stunting," kata dia.
Di samping itu, perilaku remaja yang ingin sekali memiliki tubuh kurus juga berisiko membuat anak yang nanti akan dilahirkannya menjadi stunting.
"Makanya baik perilaku, pola asuh itu juga harus dimiliki oleh para orang tua untuk menghindari risiko dari stunting," ungkap Pungkas.