Tantangan Selanjutnya Bagi dr. Terawan, Share Kompetensi
- VIVA/Anhar Rizki Affandi
VIVA – Metode brain wash oleh dokter Terawan Agus Putranto menjadi perbincangan hangat sejak pekan lalu. Sebab, penemuannya itu menyebabkan dokter Terawan dipecat sementara dari IDI.
Dokter Terawan dianggap melanggar pasal 6 Kode Etik Kedokteran Indonesia yang berbunyi, Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Dokter Terawan juga terbukti mangkir dari enam kali pemanggilan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) terhadapnya. Padahal, itu merupakan salah satu kode etik yang seharusnya dipahami oleh setiap dokter.
"Pemeriksaan etis telah dilakukan sejak tahun 2015 sampai tahun 2018, tiga tahun. Dan pemanggilan sebanyak enam kali. Dalam AD/ART dinyatakan bahwa MKEK memberikan keputusan etik berdasarkan hasil dari sidang-sidang mahkamah etik, hasilnya itu pada bulan Januari," kata Dewan Pakar PB IDI, Abdul Razak Thaha, di Jakarta, Senin 9 April 2018.
Meski pemecatan tersebut ditunda, polemik metode cuci otak dokter Terawan terus ditelusuri oleh PB IDI. PB IDI lewat MPP akan merekomendasikan penilaian metode pengobatan DSA oleh tim Health Technology Assesement (HTA) dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Hasil dari tim HTA sangat menentukan keberlangsungan metode cuci otak tersebut. Jika lulus HTA, Kolegium Kedokteran Indonesia (KKI) akan menentukan apakah Dokter Terawan akan mendapatkan Surat Tanda Registrasi atau tidak mengenai metode DSA ini.
"Itu sekarang dalam bahasan IDI namanya share kompetensi. KKI yang akan menentukan Surat Tanda Registrasi bahwa kompetensi (DSA) ini bisa dishare (dibagi)," tutupnya.